--> JENDELA JATENG DIY : Profil Tokoh | Deskripsi Singkat Blog di Sini

Berbagi Informasi Menarik Mengenai Jateng dan DIY

Tampilkan postingan dengan label Profil Tokoh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Profil Tokoh. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 Maret 2023

Inilah Sosok Bhre Sujiwo, Penguasa Kesepuluh Mangkunegaran Yang Masih Berusia Muda

Inilah Sosok Bhre Sujiwo, Penguasa Kesepuluh Mangkunegaran Yang Masih Berusia Muda


Kadipaten Mangkunegaran adalah sebuah Kadipaten otonom yg pernah berkuasa di wilayah Yogyakarta dan Surakarta sejak 1757 sampai sekarang. 

Penguasanya adalah bagian dari Wangsa Mataram, yg dimulai dari Mangkunegara I (Raden Mas Said). Meskipun berstatus otonom yg sama dg tiga kerajaan pecahan Mataram lainnya, penguasa Mangkunegaran tidak memiliki otoritas yg sama tinggi dg Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Penguasanya tidak berhak menyandang gelar Susuhunan ataupun Sultan, melainkan Adipati.

Sejak didirikan lebih dari 250 tahun yg lalu, Mangkunegaran telah banyak berganti pemimpin. Saat ini, Kadipaten tersebut telah dipimpin oleh Mangkunegara generasi kesepuluh atau Mangkunegara X.

Mangkunegara X sendiri belum lama dilantik, yaitu pada Maret 2022 atau sekitar satu tahun yg lalu. Sosok pemangku jabatan tertinggi tersebut juga masih tergolong muda, karena lahir pada 29 Maret 1997 atau berusia belum genap 25 tahun saat dilantik.

Namanya adalah Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo, S.H. Sebelum menjadi Adipati, ia bergelar Gusti Pangeran Harya (GPH.). Dan setelah dilantik, gelarnya pun menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Jumeneng Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara X.

Bhre Sujiwo ditetapkan sebagai penerus tahta Kadipaten Mangkunagaran ke-10 pada tanggal 1 Maret 2022 dan dinobatkan tanggal 12 Maret 2022, atau bertepatan dg Sabtu Pahing, 8 Ruwah 1955 Alip, dalam penanggalan Jawa.

Ia merupakan putra dari KGPAA Mangkunegara IX yg mangkat pada 13 Agustus 2021. Adipati kesepuluh tersebut adalah putra kedua (bungsu) dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IX dan Gusti Kanjeng Putri Mangkunegara IX. 

Dari silsilah garis ibu, ia merupakan cucu dari Letnan Jenderal TNI (Purn.) Yogi Supardi yang merupakan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia Untuk Jepang Ke-10 (1987-1991), Pangdam XVI/Udayana (1972-1974), dan Sekjen Departemen Pertahanan dan keamanan (1983-1987).

Menurut riwayat pendidikannya, Penguasa muda tersebut berhasil mendapatkan gelar Sarjana Hukum (S.H) setelah menamatkan pendidikan Strata 1 (S1) Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2019 lalu.


Referensi:
• "Mangkunegara X - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas" https://id,m,wikipedia,org/wiki/Mangkunegara_X.
• "Kadipatèn Mangkunagaran - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas" https://id,m,wikipedia,org/wiki/Kadipat%C3%A8n_Mangkunagaran.

Jumat, 20 Januari 2023

Syekh Maqdum Wali, Mubaligh Utusan Demak Bintoro Di Pasir Luhur

Syekh Maqdum Wali, Mubaligh Utusan Demak Bintoro Di Pasir Luhur


Dari deretan Makam 'Ulama atau Waliyullah yg ada di Kabupaten Banyumas, Makam Syekh Maqdum Wali Purwokerto termasuk makam yg paling dikenal oleh masyarakat.

Biasanya, jika ada rombongan asal Banyumas yg hendak berziarah ke luar kota, baik itu Walisongo atau yg lainnya, mereka terlebih dahulu ke Makam Syekh Maqdum Wali, sebagai rute wajib yg harus diziarahi.

Secara administrasi, Makam Syekh Maqdum Wali berada di kawasan Desa Pasir Kulon, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas. Letaknya yg berada di dekat Kota Purwokerto, menjadikan banyak orang mengenalnya sebagai Makam Syekh Maqdum Wali Purwokerto.

Untuk rute menuju Makam, bisa dibilang cukup mudah diakses dibandingkan beberapa Makam Wali lain di Banyumas. Dari Jalan Raya Nasional, peziarah yg berasal dari arah barat, diarahkan untuk belok ke Utara, setelah menemui Jembatan Sungai Logawa. Jika dari arah timur, peziarah diarahkan untuk belok ke Utara, dg patokan Monumen Pangsar Soedirman. 

Makam Syekh Maqdum Wali berada di tepi Jalan yg namanya diambil dari nama Makam, yaitu Jalan Syekh Maqdum Wali. Jalannya cukup lebar, sehingga bus-bus besar pun dapat mengaksesnya. Akses yg mudah tersebutlah yg jadi salah satu alasan Makam ini banyak dikunjungi.

Komplek pemakaman cukup luas dan megah. Lingkungan sekitarnya pun banyak ditumbuhi pepohonan, sehingga serasa begitu asri. Kios-kios pedagang ditempatkan di tempat khusus di luar komplek, sehingga nampak begitu teratur.

Walaupun terdapat cukup banyak makam di sekitar komplek pemakaman, tercatat ada 3 Makam utama yg biasanya jadi tujuan utama para peziarah. Makam tersebut adalah Makam Syekh Maqdum Wali, Senopati Mangkubumi I (Adipati Banyak Belanak), dan Senopati Mangkubumi II (Adipati Banyak Galeh).

Untuk Syekh Maqdum Wali sendiri, makamnya berada satu liang lahat dg Senopati Mangkubumi II, dan terletak di dalam bangunan pendopo. Sedangkan Senopati Mangkubumi I, makamnya berada di sebelah Utara di luar bangunan pendopo. 

Namun, pendapat lain yg beredar menyebut jika yg di dalam bangunan pendopo merupakan Makam dari Pangeran Mangkubumi I. Sedangkan yg di sebelah Utara bangunan pendopo merupakan Makam Syekh Maqdum Wali dan Pangeran Mangkubumi II.

Dalam sejarahnya, Syekh Maqdum Wali merupakan seorang mubaligh asal Demak Bintoro yg diutus Raden Patah untuk berdakwah di Pasir Luhur. Sedangkan Senopati Mangkubumi I dan II merupakan tokoh kakak beradik, murid Syekh Maqdum Wali yg menjadi Adipati Pasir Luhur, dan ikut membantu dakwah Islam disana.

Cerita singkatnya, kala itu Pasir Luhur menjadi sebuah wilayah Kadipaten yg dipimpin oleh Adipati Banyak Belanak, dg patihnya yg bernama Patih Wirakencana atau Banyak Galeh. Keduanya diketahui merupakan keturunan kelima (canggah) dari Raden Kamandaka (Banyak Catra), seorang tokoh yg banyak disebut dalam cerita rakyat Banyumasan.

Kemudian, Syekh Maqdum Wali datang ke Pasir Luhur bersama 2 orang Patih, yaitu Patih Hedin dan Patih Husein. Dalam berdakwah, Syekh Maqdum Wali menggunakan cara yg damai. Maka tidak heran, jika Adipati Pasir Luhur pun menerimanya dg baik. Bahkan, Sang Adipati yg sebelumnya beragama Buddha pun berhasil masuk Islam.

Setelah masuk Islam, Adipati Banyak Belanak beserta keluarganya turut membantu dakwah Islam di daerah Pasir Luhur. Karena jasanya tersebut, Adipati Banyak Belanak dipanggil menghadap Sultan Demak, dan digelari Senopati Mangkubumi.

Selain itu, Dalam dakwahnya, Syekh Maqdum Wali juga pernah mendirikan Pesantren bernama Ambawang Gulo Gemantung (Harumnya Buah Mbawang yg dipadu dg gula dan digantung). Sehingga, dilihat dari namanya, siapapun akan tertarik untuk menyucup ilmunya.

Setelah Adipati Banyak Belanak wafat, putranya yg bernama Banyak Thole meneruskan kepemimpinan ayahnya di Pasir Luhur.

Namun sepeninggal ayahnya, Banyak Galeh justru murtad atau keluar dari Islam. Ia juga berseberangan dg pamannya, Patih Banyak Galeh.

Tidak hanya itu, Banyak Thole juga membangkang terhadap Kesultanan Demak yg kala itu dipimpin oleh Sultan ketiganya, yaitu Sultan Trenggono.

Banyak Thole beserta pasukannya yg masih setia, mencoba menyerang Demak. Namun, karena kekuatan yg tidak berimbang, Pasukan Demak pun dapat mengatasi pemberontakan tersebut.

Banyak Thole kemudian melarikan diri dari Pasir Luhur. Dalam suatu riwayat, disebutkan jika Banyak Thole pergi sampai ke daerah Petanahan, Kebumen, hingga wafatnya.

Karena kekosongan kekuasaan, Sultan Demak mengangkat Patih Banyak Galeh menjadi Adipati Pasir Luhur dg gelar Senopati Mangkubumi II. Oleh Banyak Galeh, pusat pemerintahan dipindah ke timur laut Sungai Logawa. Nama Kadipaten pun diubah menjadi Kadipaten Pasir Bathang.

Dan adanya beberapa Desa atau Kelurahan dg nama Pasir di daerah Kecamatan Karanglewas dan Purwokerto Barat saat ini, tentunya memperkuat bukti ontentik keberadaan Pasir Luhur dan Pasir Bathang di daerah tersebut.

Terkait sejarah singkat diatas, diketahui jika Syekh Maqdum Wali merupakan seorang penyebar Agama Islam yg sejaman dg era Walisongo, yaitu sekitar Abad ke-15 hingga 16.

Menurut penulis, Dibandingkan beberapa Waliyullah lain di Kabupaten Banyumas, seperti Syekh 'Abdusshomad Jombor, Syekh Maqdum Wali juga bisa dikatakan sedikit lebih tua. Dg patokan, Syekh Maqdum Wali berdakwah pada era Kesultanan Demak, sedangkan Syekh 'Abdusshomad Jombor berdakwah pada era Kesultanan Pajang atau awal berdirinya Kabupaten Banyumas.

Wallahu A'lam Bish-Showab..



Referensi:
• https://infopurwokerto.com/makam-syekh-maqdum-wali/.
• "Sejarah Singkat Makam Syekh Makdum Wali dan Pangeran Senopati Mangkubumi Astana Pasir Luhur Karang Lewas - Kompasiana.com" https://www.kompasiana.com/amp/nurauliaputri-9784/6397e88197ff4f39a83d2e23/sejarah-singkat-makam-syekh-makdum-wali-dan-pangeran-senopati-mangkubumi-astana-pasir-luhur-karang-lewas.
• "Pelesiran: Menziarahi Makam Syekh Makdum Wali | Chubbi Syauqi - Marewai" https://marewai.com/pelesiran-menziarahi-makam-syekh-makdum-wali-chubbi-syauqi/.
• "Tabloid Pamor - Pertahankan Budaya Bangsa" https://www.tabloidpamor.com/index-2.php?view=news&syekh-makhdum-wali-astana-ambawang-gula-gumantung&PMR=VFZSRmR3PT0=.


Senin, 16 Januari 2023

Pangeran Martapura, Raja Mataram Islam Yang Hanya Menjabat Selama Satu Hari Satu Malam

Pangeran Martapura, Raja Mataram Islam Yang Hanya Menjabat Selama Satu Hari Satu Malam


Kerajaan Mataram Islam atau yg juga dikenal sebagai Kesultanan Mataram adalah sebuah Kerajaan yg pernah berdiri pada abad 16 - 18 atau sekitar tahun 1586 - 1755.

Raja atau Sultan yg pernah memerintah dalam kurun waktu tersebut, dimulai dari  Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati sebagai pendiri sekaligus Raja pertama Mataram, sampai dg Pakubuwono II

Raja terbesar yg mengantar Mataram menuju puncak kejayaannya adalah Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung. Ia memerintah pada tahun 1613 - 1645 (sekitar 32 tahun).

Namun, ada sejarah yg tidak banyak diketahui publik mengenai Mataram Islam. Salah satunya adalah adanya Raja sementara yg hanya berstatus Raja selama satu hari.

Adalah Raden Mas Wuryah atau Pangeran Martapura. Ia merupakan putra dari Panembahan Hanyakrawati (Raja Mataram kedua) dg Ratu Tulungayu dari Ponorogo.

Pada awal-awal pernikahannya dg Ratu Tulungayu (saat masih jadi Adipati Anom/Putra Mahkota), Panembahan Hanyakrawati belum juga dikaruniai putra. 

Padahal, ia sudah terlanjur berjanji jika dirinya menjadi Raja, maka kedudukan Adipati Anom akan diberikan kepada putra yg dilahirkan Ratu Tulungayu.

Akhirnya, ia menikah lagi dg Dyah Banowati, putri Pangeran Benawa, Raja terakhir Pajang. Dari Dyah Banowati atau yg kemudian bergelar Ratu Mas Hadi, Panembahan Hanyakrawati dikaruniai putra-putri, diantaranya yaitu Raden Mas Rangsang (Sultan agung) dan Ratu Pandansari (istri Pangeran Pekik).

Namun, setelah sekitar 4 tahun Panembahan Hanyakrawati menjadi Raja, Ratu Tulungayu ternyata melahirkan seorang putra yg kemudian diberi nama Raden Mas Wuryah. 

Padahal, kala itu Panembahan Hanyakrawati telah menetapkan Raden Mas Rangsang sebagai Adipati Anom yg kelak meneruskannya sebagai seorang Raja.

Walaupun Ratu Tulungayu sudah melahirkan Raden Mas Wuryah, menjelang wafatnya, Panembahan Hanyakrawati berwasiat agar Raden Mas Rangsang lah yg tetap diangkat menjadi Raja jika ia sudah wafat.

Keputusan tersebut ternyata salah satunya didasari atas Ramalan Panembahan Bayat (penasehat spiritual Keraton), yg menyebut jika Raden Mas Rangsang kelak akan membawa kejayaan Mataram.

Namun, Panembahan Hanyakrawati juga tetap memegang erat janjinya untuk menjadikan Raden Mas Wuryah sebagai Raja Mataram penerusnya.

Oleh karena itu, sebelum wafat, Panembahan Hanyakrawati juga berwasiat agar Raden Mas Wuryah dijadikan sebagai Raja sementara, sebagai bentuk keteguhannya dalam memegang janji. 

J.P. Coen (kepala perdagangan VOC kala itu) menyebut jika peristiwa penyerahan tahta tersebut terjadi saat Raden Mas Wuryah masih berumur sekitar 8 tahun dan Raden Mas Rangsang berusia 20 tahun.

Karena menderita sakit ingatan, Raden Mas Wuryah yg baru menjadi raja selama satu hari satu malam tersebut, akhirnya turun tahta. Dan kedudukan sebagai Raja akhirnya diberikan kepada Raden Mas Rangsang (Sultan Agung) sesuai wasiat Panembahan Hanyakrawati sebelumnya.


Referensi: 
Buku Babad Tanah Jawi Karya Soedjipto Abimanyu.



Kamis, 12 Januari 2023

Ki Ageng Gribig, Tokoh Waliyullah Klaten Dibalik Tradisi Apem Ya Qowiyyu

Ki Ageng Gribig, Tokoh Waliyullah Klaten Dibalik Tradisi Apem Ya Qowiyyu


Ki Ageng Gribig merupakan salah seorang 'Ulama penyebar Agama Islam di Pulau Jawa ratusan tahun yg lalu, yg makamnya kini berada di daerah Jatinom, Klaten, Jawa Tengah.

Di samping makam Ki Ageng Gribig, terdapat beberapa tempat lain, diantaranya Masjid Agung Jatinom dan Sendang Palampeyan, Sendang Suran dan Guwa Belan, Masjid Tiban dan Oro-oro Tarwiyah (tempat dimana Ki Ageng Gribig menanam yg dibawanya dari Arofah, Mekkah).

Ki Ageng Gribig biasanya diidentikkan dengan tradisi rutin tahunan di Jatinom, yaitu acara sebaran kue apem, yg diberi nama Apem Ya Qowiyyu. Apem sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yaitu "Affan", yang bermakna Ampunan. Sedangkan Ya Qowiyyu berasal dari doa Kyai Ageng Gribig sebagai penutup pengajian yang berbunyi: "Ya qowiyyu Yaa Aziz qowina wal muslimin, Yaa qowiyyu warzuqna wal muslimin”.

Tradisi Apem Ya Qowiyyu (Antara Foto/Aloysius Jarot Nugroho)

Apem Yaqowiyyu tersebut sampai sekarang diperingati menjadi upacara adat di Jatinom yang diselenggarakan setiap tahun pada hari Jumat, sekitar tanggal 15 Bulan Sapar dalam penanggalan Jawa, berlokasi di dekat makam Ki Ageng Gribig. Tujuan diadakannya acara sebaran kue apem itu agar masyarakat selalu memohon ampunan kepada Sang Pencipta.

Untuk asal-usul atau silsilah Ki Ageng Gribig, terdapat beberapa versi yg beredar. Versi pertama menurut Tim Dinas Pariwisata Kabupaten Klaten, menyebut jika beliau adalah cucu Raja Brawijaya dari Majapahit, putra R.M Guntur atau Prabu Wasi Jolodoro. 

Ki Ageng Gribig dalam versi ini disebut sebagai 'Ulama penyebar Agama Islam di daerah Jatinom, Kabupaten Klaten, pada masa Kerajaan Mataram Islam.

Sedangkan Versi kedua menurut Museum Masjid Agung Demak, Prof. Dr. Hasanu Simon dan sumber sependapat lainnya, menyebut jika Ki Ageng Gribig sebenarnya adalah Maulana Muhammad Al-Maghribi.

Oleh orang Jawa, Nama Maghribi lebih mudah diucapkan sebagai Gribig, hingga namanya pun terkenal sebagai Ki Ageng Gribig. Beliau berasal dari daerah Maghrib (Maroko) serta disebut-sebut termasuk dalam Dewan Walisongo angkatan pertama yg datang ke Pulau Jawa. Beliau wafat pada era sebelum Kerajaan Demak berdiri, yaitu tahun 1465 Masehi.


Referensi:
• Buku Walisongo / Rachmad Abdullah.
• "Makam Ki Ageng Gribig - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas" https://id,m,wikipedia,org/wiki/Makam_Ki_Ageng_Gribig.


Rabu, 11 Januari 2023

Syekh Nur Hakim, 'Ulama Besar Banyumas Era Abad Ke-19

Syekh Nur Hakim, 'Ulama Besar Banyumas Era Abad Ke-19


Syekh Nur Hakim merupakan salah seorang tokoh 'Ulama atau Waliyulloh pejuang penyebar Agama Islam yg makamnya berada di Kabupaten Banyumas.

Karena berada di lingkungan orang Jawa, maka Syekh Nur Hakim lebih akrab disebut dg Mbah Nur Hakim atau Kyai Nur Hakim. Hal ini dibuktikan juga dg adanya nama Jalan Kyai Nur Hakim di lokasi yg tidak jauh dari Makamnya.

Makam Kyai Nur Hakim masuk dalam wilayah Desa Pasir Wetan, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas. Dilihat dari alamat tersebut, lokasinya memang tidak jauh dari Makam Syekh Maqdum Wali. 

Letak Makam Kyai Nur Hakim berada di dekat pematang sawah yg begitu luas di seberang anak Sungai Penasalan. Secara akses, untuk menuju lokasi Makam terbilang sulit, terutama untuk kendaraan besar.

Dari Jalan Kyai Nur Hakim, di tengah pemukiman padat Desa Pasir Wetan, pengunjung atau peziarah diarahkan untuk ke arah Utara memasuki gang yg hanya cukup untuk akses satu mobil roda empat. Dan jika telah berada di pertigaan (patokannya kolam renang), peziarah tinggal lurus saja 'mentok' ke Utara hingga sampai ke lokasi Makam.

Sebagaimana umumnya Makam Auliya' lain di Indonesia, Makam Kyai Nur Hakim pun dibuat lebih menonjol dari Makam lain di sekitarnya. Makamnya dibangun seperti cungkup, namun tidak memiliki atap alias terbuka atasnya.

Di sekitar Makam Kyai Nur Hakim, terdapat banyak Makam santri, keluarga, kerabat, ataupun penduduk sekitar. Suasana di komplek Makam ini juga terlihat lebih njawani dg adanya bangunan pendopo Jawa dg beberapa ruangan khusus.

Dilihat dari jumlah peziarah, Makam Kyai Nur Hakim memang tidak seramai Makam-makam Auliya' lain di daerah Banyumas. Kebanyakan peziarah berasal daerah sekitar (Pasir) serta Cikakak (Wangon). 

Padahal, jika dilihat dari riwayatnya, Kyai Nur Hakim termasuk 'Ulama paling berpengaruh di Banyumas pada masanya. Lantas, siapa sebenarnya Kyai Nur Hakim?

Prasasti Makam (Dokumen Pribadi)

Pada Prasasti yg tertulis di dekat pintu masuk Makam, dijelaskan jika Kyai Nur Hakim atau yg bernama asli Raden Mas Surya Muhammad ini wafat pada Malam Sabtu Pahing, 27 Juni 1891 Masehi.

Dari tahun tersebut, diketahui jika Kyai Nur Hakim hidup di era yg lebih tua dibandingkan beberapa Waliyullah lain di Kabupaten Banyumas, seperti Syekh 'Abdul Malik Kedungparuk yg lahir pada tahun 1881, atau 10 tahun sebelum wafatnya Kyai Nur Hakim.

Untuk silsilahnya sendiri terdapat beberapa versi pendapat. Versi pertama yg dijelaskan oleh juru kunci Makam menyebut jika Kyai Nur Hakim merupakan seorang bangsawan Kasunanan Surakarta.

Hal ini diperkuat oleh sebuah sejarah percakapan antara Kyai Nur Hakim dg mertuanya, Demang Nurahman I. Dalam percakapan tersebut, mertuanya menawarkan Kyai Nur Hakim untuk menjadi Demang. Namun, Kyai Nur Hakim menolaknya, dg alasan jika mau jabatan, beliau bisa saja menjadi seorang Sinuwun di Kasunanan Surakarta.

Versi kedua yg merujuk pada Buku Sejarah Kota Poerwokerto (1832-2018) karya Prof. Sugeng Priyadi, dijelaskan jika Kyai Nur Hakim lahir di Pancasan, Ajibarang pada 1818 Masehi. Dijelaskan juga jika beliau merupakan menantu Demang Nurahman I sekaligus saudara ipar Demang Nurahman II.

Jika benar Syekh Nur Hakim lahir pada tahun 1818 Masehi, maka bisa dipastikan jika beliau seangkatan dg Syekh Kholil Bangkalan yg lahir 2 tahun setelahnya atau pada tahun 1820 Masehi.

Kyai Nur Hakim banyak mengisi masa mudanya untuk memperdalam Agama Islam ke berbagai wilayah. Salah satu gurunya yg terkenal adalah Kyai Hasan Maulani Lengkong, Cirebon, seorang Mursyid Thoriqoh Syattariyah. Dan Dari beliaulah, Kyai Nur Hakim berbaiat Thoriqoh.

Dalam sebuah catatan sejarah, disebutkan pula setelah nyantri di Cirebon, Kyai Nur Hakim melanjutkan Tholabul 'Ilmi ke daerah Bogor dan Banten. Disana, beliau juga masuk sebagai pengikut Thoriqoh Rifa'iah.

Setelah sekian lama memperdalam Agama Islam, Kyai Nur Hakim mulai berdakwah ke daerah Banyumas, yg dalam hal ini basisnya berada di Pasir Wetan. Karena mempunyai latar belakang Thoriqoh, Kyai Nur Hakim juga dikenal sebagai penyebar Thoriqoh Syattariyah (ada pula yg menyebut penyebar Thoriqoh Akmaliyah) di wilayah Banyumas.

Perjuangan dakwahnya tidak selalu berjalan mulus, dan banyak menemui rintangan di dalamnya. Misalnya, dalam suatu riwayat, Kyai Nur Hakim pernah menyelenggarakan hajatan khitan putranya. Karena tamu yg datang sangat banyak dan juga berasal dari berbagai daerah, maka beliau pun dicurigai oleh penguasa setempat. Buntutnya, beliau pun harus dipindah ke beberapa tempat. Bahkan tercatat sampai ke Banyuwangi, Jawa Timur.

Walaupun demikian, keteguhan hatinya tetap terjaga. Di tempat pengasingan, Kyai Nur Hakim terus saja berdakwah. Karena keistiqomahannya dalam berdakwah, Pesantren yg didirikannya pun semakin banyak santrinya.

Pengikut atau santrinya berasal dari berbagai wilayah, salah satunya adalah Cikakak, sebuah Desa yg kini masuk dalam wilayah Kecamatan Wangon. Fakta ini diperkuat dg banyaknya peziarah asal Cikakak, seperti yg sudah disinggung diatas. Mereka menyebut jika leluhurnya banyak yg menjadi Santri Kyai Nur Hakim.

Kyai Nur Hakim juga merupakan tokoh Agama yg dikenal sakti mandraguna. Menurut juru kunci Makam, kesaktian Kyai Nur Hakim diantaranya adalah membuat areal sawah dalam waktu semalam dan esoknya bisa dipanen, Membagikan wirid atau hizib atau rajah agar kebal terhadap serangan peluru, dan kisah-kisah lain yg sulit dinalar oleh manusia biasa.

Sebagai 'Ulama yg disibukkan dg mengajar atau berdakwah, Kyai Nur Hakim juga tetap pandai dalam mengelola keuangan. Beliau dikenal memiliki sawah yg luas, dan sumber penghasilan lainnya, sehingga beliau termasuk sebagai 'Ulama paling kaya di Jawa kala itu.

Itulah sedikit sejarah riwayat hidup Kyai Nur Hakim, sebagai salah seorang 'Ulama yg berjasa menghidupkan Agama Islam di daerah Banyumas khususnya. Semoga kita sebagai generasi penerus bisa meneladani perjuangan orang-orang Sholeh terdahulu..Aamiin.

• Wallahu A'lam Bish-Showab •


Referensi:

• Penelusuran Pribadi.
• "Kiai Nurhakim, Ulama Banyumas Masa Kolonial Belanda - NU Online Banyumas" https://nubanyumas,com/kiai-nurhakim-ulama-banyumas-masa-kolonial-belanda/.
• "Sufisme Mbah Nurhakim: Penyebar Tarekat Syattariyah Di Banyumas | Suluk Kebudayaan Indonesia" https://langgar,co/sufisme-mbah-nurhakim-penyebar-tarekat-syattariyah-di-banyumas/.
• "Tabloid Pamor - Pertahankan Budaya Bangsa" https://www,tabloidpamor,com/index-2.php?view=news&syekh-nur-hakim-dalam-jejak-penyebaran-islam-di-banyumas&PMR=VGtSQk1RPT0=.
• "Jampi-jampi Kiai Nurhakim dari Banyumas - PANJI MASYARAKAT Mutiara" https://panjimasyarakat,com/2019/04/24/jampi-jampi-kiai-nurhakim-dari-banyumas/.


✓Jangan Lupa, Selalu Ingat Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) dan Jas Hijau (Jangan Sekali-kali Menghilangkan Jasa Ulama).




Mengenal Sedikit Riwayat Hidup Ki Kebo kenanga, Ayah Jaka Tingkir

Mengenal Sedikit Riwayat Hidup Ki Kebo kenanga, Ayah Jaka Tingkir


Dalam catatan sejarah yg membahas silsilah Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya/Pendiri Kerajaan Pajang), biasanya nama Ki Kebo Kenanga akan disebut. Hal ini karena Ki Kebo Kenanga merupakan ayah dari Jaka Tingkir.

Kelahiran Joko Tingkir atau Mas Karebet disebut-sebut terjadi saat ayahnya, yaitu Ki Kebo Kenanga sedang menggelar pertunjukan Wayang Beber. Saat itu, istrinya yg sedang hamil tua melahirkan seorang putra. Putranya tersebut, oleh Ki Kebo Kenanga dinamai sebagai Mas Karebet. 

Dalam Babad Tanah Jawi, disebutkan jika Ki Kebo Kenanga merupakan putra dari Adipati Jayaningrat, penguasa Pengging di era Majapahit sekaligus menantu dari Prabu Brawijaya V. Dari perkawinannya dg putri Prabu Brawijaya V, Adipati Jayaningrat memiliki 2 orang putra, yaitu Ki Kebo Kanigara dan Ki Kebo Kenanga (versi lain menyebut 3 putra dg tambahan Ki Kebo Amiluhur).

Setelah Adipati Jayaningrat meninggal, kedua putra Jayaningrat saling berselisih. Ki Kebo Kanigara tetap bertahan sebagai pemeluk Agama Hindu/Buddha. Sedangkan Ki Kebo Kenanga menjadi pemeluk Agama Islam.

Sebagai pemeluk Islam, Ki Kebo Kenanga banyak berguru kepada Syekh Siti Jenar, tokoh Wali yg ajarannya dianggap kontroversial. Diantara saudara seperguruannya yaitu Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Butuh, dan Ki Ageng Ngerang.

Sebagai keturunan dari Adipati Jayaningrat yg menguasai Pengging, Ki Kebo Kenanga mewarisi kekuasaan ayahnya tersebut, sehingga ada versi yg menyebutnya sebagai Ki Ageng Pengging II (Adipati Jayaningrat disebut sebagai Ki Ageng Pengging I). 

Di Pengging, Ki Kebo Kenanga berusaha mengembangkan Syari'at Islam di daerahnya. Disana, ia mulai banyak memiliki pengikut, seperti yg dapat terlihat dalam Sholat Jum'at.

Karena merupakan seorang Muslim yg memiliki kekuasaan di Pengging, Ki Kebo Kenanga diperintahkan untuk menghadap ke Demak. Sultan Demak curiga jika ia memiliki niat untuk mendirikan kekuasaan sendiri, atau dalam kata lain ada keinginan untuk menjadi seorang Raja.

Hingga 2 tahun lamanya, Ki Kebo Kenanga tidak kunjung datang menghadap ke Demak. Sehingga, Sultan Demak menyimpulkan jika Ki Kebo Kenanga benar-benar memiliki niat untuk memberontak. Selain itu, ia juga dianggap sebagai seorang penyebar ajaran Syekh Siti Jenar yg dianggap sesat. Sebagai tindak lanjutnya, Sultan Demak mengutus Sunan Kudus ke Pengging untuk menyampaikan murkanya. 

Dalam sebuah riwayat, disebutkan jika Ki Kebo Kenanga meninggal setelah ujung siku yg merupakan titik lemahnya, ditusuk keris oleh Sunan Kudus. Versi lain dalam Serat Siti Jenar, Ki Kebo Kenanga meninggal dg cara serta kemauannya sendiri, bukan dg ditusuk keris oleh Sunan Kudus.

Sebagai penguasa Pengging, Ki Kebo Kenanga dimakamkan di Pengging. Pemakaman tersebut saat ini secara administrasi masuk dalam Kawasan Pengging, Desa Jembung, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Karena merupakan penguasa Pengging, ia lebih dikenal sebagai Ki Ageng Pengging, seperti yg tertulis di gapura makamnya.


Referensi:
• Buku Babad Tanah Jawi Karya Soedjipto Abimanyu.
• "Ki Ageng Pengging - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas" https://id,m,wikipedia,org/wiki/Ki_Ageng_Pengging.
• "Makam Ki Ageng Kebo Kenongo" https://www,aroengbinang,com/2017/12/makam-ki-ageng-kebo-kenongo-pengging-boyolali.html?m=1.
 

Sabtu, 10 Desember 2022

Cerita Syekh Atas Angin, Tokoh Yang Konon Memberikan Nama Gunung Slamet

Cerita Syekh Atas Angin, Tokoh Yang Konon Memberikan Nama Gunung Slamet

Nama Syekh Atas Angin atau Mbah Atas Angin biasanya akan muncul jika kita membahas Sejarah atau Asal-Usul nama tempat di kawasan Gunung Slamet dan sekitarnya, seperti Watukumpul, Belik, dan lain sebagainya.

Dalam sebuah versi, nama-nama tersebut konon diambil berdasarkan perjalanan dari Syekh Atas Angin. Lantas, siapa sebenarnya Syekh Atas Angin?

Ada yg menyebut Syekh Atas Angin memiliki nama asli Syekh Maulana Maghribi. Beliau konon adalah seorang mubaligh atau penyebar agama Islam yg berasal dari sebuah Negeri di Timur Tengah (ada yg menyebut Turki).

Asal mula beliau datang ke Tanah Jawa, konon karena mengikuti sebuah cahaya misterius yg menjulang ke angkasa. Karena melihat cahaya tersebut, Syekh Maulana Maghribi bersama Haji Datuk, dan para pengikutnya, sepakat untuk mengikuti keberadaan cahaya tersebut, hingga akhirnya sampailah keduanya di Tanah Jawa.

Pada awal sampai di Pulau Jawa, mereka berlabuh di sekitar Pantai Gresik, Jawa Timur. Namun, cahaya tersebut terlihat di arah barat. Maka, keduanya pun melanjutkan perjalanan, hingga sampailah di sekitar Pantai Pemalang.

Sesampainya disana, pengikut yg lain diperintahkan untuk kembali ke negerinya, sehingga Syekh Maulana Maghribi hanya ditemani oleh Haji Datuk. Dari situ, keberadaan cahaya terlihat berada di sekitar sebelah selatan. 

Mereka pun terus mengikuti arah cahaya tersebut dg menembus hutan belantara serta berbagai Medan yg tidak bisa dibilang mudah. Karena merasa letih, mereka pun beristirahat sejenak.

Di tempat istirahat itu, mereka termenung sambil merasakan lelahnya perjalanan serta mengingat kewajibannya untuk menyebarkan Agama Islam. Tempat mereka yg diliputi pikiran dan perasaan tersebut, di kemudian hari dikenal dg nama Paduraksa (nama Kelurahan di Pemalang).

Keduanya kemudian melanjutkan perjalanan lagi, hingga sampai di hutan belukar, sembari singgah diatas tonggak pohon randu yg tumbang. Dan di kemudian hari, tempat tersebut dikenal dg nama Randudongkal (nama Kecamatan di Pemalang).

Dari tempat tersebut, keduanya melanjutkan perjalanan mencari asal cahaya misterius. Hingga sampailah keduanya di sebuah sendang atau kolam. Di dekat sendang tersebut, keduanya kemudian melaksanakan Sholat. Dan di kemudian hari, tempat tersebut dikenal dg nama Belik (nama Kecamatan di Pemalang).

Setelah melaksanakan Sholat, keduanya meneruskan perjalanan hingga sampai di sebuah tempat yg memiliki banyak bebatuan. Di tempat tersebut, keduanya pun beristirahat sambil terus memikirkan perjalanan selanjutnya. Karena terdapat banyak bebatuan, tempat tersebut di kemudian hari dikenal dg nama Watukumpul (nama Kecamatan di Pemalang)

Setelah menempuh perjalanan panjang, Akhirnya sampailah mereka ke tempat yg dituju, yg ternyata berada di puncak gunung. Dari situ, diketahui jika cahaya terang misterius yg menjulang ke angkasa ternyata berasal dari seorang petapa Buddha yg bersandar di pohon jambu (versi lain menyebut asal cahaya berasal dari tempat/gunungnya). 

Petapa tersebut kemudian memeluk Agama Islam setelah adu kesaktian dg Syekh Maulana Maghribi, dan namanya pun kemudian dikenal dg Syekh Jambu Karang.

Selanjutnya, Syekh Maulana Maghribi bermukim lama di suatu tempat bernama Banjar Cahayana. Di tempat tersebut, beliau menderita penyakit gatal di sekujur tubuhnya. 

Karena begitu sulit disembuhkan, Syekh Maulana Maghribi kemudian Sholat dan memohon petunjuk kesembuhan kepada Allah SWT. Setelah berdoa, akhirnya beliau mendapatkan ilham agar pergi ke Gunung Gora (nama lama Gunung Slamet dalam suatu versi).

Syekh Maulana Maghribi dg ditemani dg Haji Datuk, akhirnya pergi ke Gunung Gora. Setelah sampai ke lereng Gunung Gora, Syekh Maulana Maghribi memerintahkan agar Haji Datuk meninggalkannya, dan beristirahat di tempat yg lebih datar. 

Akhirnya, Syekh Maulana Maghribi meneruskan perjalanan seorang diri menuju tempat kepulan asap. Setelah sampai, diketahui jika kepulan asap tersebut berasal dari sumber air panas. Sumber air panas itulah yg dijadikan sebagai obat gatal, hingga penyakit beliau pun menjadi sembuh. Karena mempunyai 7 mata air, maka dinamailah oleh beliau Pancuran Pitu.

Selanjutnya, Gunung Gora pun dinamainya dg nama Gunung Slamet, dimana Slamet sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Arab, 'Salamat', yg berarti Keselamatan.

Selama Syekh Maulana Maghribi berada di Pancuran Pitu, ternyata Haji Datuk masih setia berada di tempat yg beliau perintahkan. Maka dari itu, Haji Datuk kemudian diberi julukan Haji Datuk Rusuladi. Rusuladi sendiri berarti Batur yg Baik (Adi). Dari nama Batur Adi tersebutlah konon tercipta nama Baturraden hingga sekarang.

Di kemudian hari, Syekh Maulana Maghribi dikenal sebagai Syekh Atas Angin, karena beliau berasal dari tempat yg jauh. Dan makamnya (ada yg menyebutnya petilasan) kini dapat ditemui di dekat Pancuran Pitu, Baturraden.


Rujukan Utama:

- "Legenda Baturraden" https://www.menggapaiangkasa.com/2014/02/legenda-baturraden.html?m=1.

- https://kabarjoglosemar.pikiran-rakyat.com/wisata/amp/pr-73731674/menilik-mitos-makam-mbah-atas-angin-dan-pancuran-pitu-di-baturaden.



Jumat, 09 Desember 2022

Sunan Prawoto, Tokoh Wali Sekaligus Raja Keempat Kerajaan Demak

Sunan Prawoto, Tokoh Wali Sekaligus Raja Keempat Kerajaan Demak

 


Dalam sejarah Kerajaan Demak, ada sebuah tempat di Kabupaten Pati yg menjadi daerah penting bagi Kerajaan Islam di Jawa yg berdiri di abad 15 tersebut. Tempat tersebut bernama Bukit Prawoto. 

Saat Kerajaan Demak dipimpin oleh Raja keempatnya, yaitu Raden Mukmin, pusat pemerintahan Demak dipindah dari Bintoro ke Bukit Prawoto. Maka dari itu, Raden Mukmin lebih dikenal dg sebutan Sunan Prawoto.

Sunan Prawoto memiliki nama asli Raden Mukmin atau dalam Kronik Cina disebut dg Muk Ming. Beliau merupakan putra tertua dari Raja Demak ketiga, yaitu Sultan Trenggono.

Sepeninggal ayahnya, Sunan Prawoto menjadi pewaris tahta sebagai Raja Demak. Sebagai Raja keempat, Beliau memerintah Kerajaan Demak dalam waktu yg relatif singkat, yaitu sekitar tahun 1546 hingga 1549. 

Sebenarnya, Sunan Prawoto merupakan sosok yg pandai berpolitik dan berperang. Beliau pun berambisi melanjutkan usaha ayahnya untuk menaklukkan seluruh Pulau Jawa. Namun, setelah dilantik sebagai Raja, Sunan Prawoto justru lambat laun lebih suka hidup sebagai 'Ulama, dan mengesampingkan kedudukannya sebagai seorang Raja.

Alhasil, bukannya menambah kejayaan Kerajaan Demak, Sunan Prawoto justru malah membawa kemunduran pesat bagi Kerajaan tersebut. Satu persatu daerah bawahan peninggalan ayahnya pun melepaskan diri dari Kerajaan Demak.

Selain faktor tersebut, ada faktor lain yg sangat berpengaruh bagi runtuhnya Kerajaan Demak, yaitu ajang balas dendam Perebutan Kekuasaan. 

Dalam sejarah Kerajaan Demak, perebutan kekuasaan sudah dimulai sepeninggal Pati Unus, Raja kedua Demak. Kala itu, dua adik Pati Unus (Raden Kikin dan Raden Trenggono) memperebutkan tahta menjadi Raja ketiga Demak.

Dalam perebutan tahta tersebut, Raden Mukmin membela ayahnya, Raden Trenggono. Sunan Prawoto muda itu pun mengirim pembantunya bernama Ki Surayat, untuk membunuh Raden Kikin.

Sepulang Sholat Jum'at, Raden Kikin atau Pangeran Surowiyoto berhasil terbunuh di pinggir sungai. Karena itu, beliau juga dijuluki sebagai Pangeran Sekar Seda Ing Lepen.

Pangeran Seda Ing Lepen memiliki putra bernama Arya Penangsang. Dan sosok Arya Penangsang lah tokoh dibalik wafat sekaligus lengsernya tahta Sunan Prawoto.

Arya Penangsang disebut masih menyimpan dendam kepada Sunan Prawoto, karena Sunan Prawoto lah tokoh dibalik terbunuhnya Raden Kikin (ayah Arya Penangsang).

Sekitar tahun 1549, Arya Penangsang mengutus anak buahnya bernama Rangkud untuk membalaskan dendamnya dg membunuh Sunan Prawoto.

Saat itu, Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto. Di hadapan Rangkud, Sunan Prawoto mengakui kesalahannya, karena dahulu telah membunuh Pangeran Seda Ing Lepen. Beliau pun rela dihukum mati, asalkan keluarganya diampuni. Rangkud pun menyetujui syarat tersebut.

Dg tanpa perlawanan, oleh Rungkad, dada Sunan Prawoto berhasil ditikam hingga tembus ke belakang . Namun naas, dibalik punggung Sunan Prawoto ternyata ada istrinya yg sedang berlindung. Istrinya pun tewas dalam kejadian tersebut.

Melihat istrinya tewas, Sunan Prawoto pun menjadi marah. Dg sisa-sisa tenaganya, Sunan Prawoto sempat membunuh Rungkad. Sehingga, berdasarkan cerita tersebut, tiga orang telah tewas dalam waktu yg hampir bersamaan.

Walaupun Sunan Prawoto sudah terbunuh, namun Arya Penangsang tidak berhasil menguasai Demak, karena ia tewas dalam perang melawan Joko Tingkir (menantu Sultan Trenggono) yg berasal dari Pengging. Maka dari itu, dalam banyak versi sejarah, Sunan Prawoto disebut sebagai Raja keempat sekaligus Raja terakhir Kerajaan Demak.

Jasad Sunan Prawoto kemudian dimakamkan di Bukit Kamdowo, yg saat ini masuk dalam wilayah Desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati.

Gapura Masuk Desa Prawoto

Makam Sunan Prawoto

Karena merupakan seorang Raja sekaligus tokoh wali penyebar Agama Islam di daerah tersebut, makam Sunan Prawoto pun hingga kini banyak diziarahi orang dari dalam maupun luar daerah.



Rujukan Utama:

- Buku Babad Tanah Jawi Edisi Soedjipto Abimanyu.

- "Sunan Prawoto - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas" https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sunan_Prawoto.

- "Biografi Sunan Prawoto ( Sultan Demak Bintoro ke IV ) | Profil Ulama › LADUNI.ID - Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman" https://www.laduni.id/post/read/517019/biografi-sunan-prawoto-sultan-demak-bintoro-ke-iv


Senin, 05 Desember 2022

Sekilas Tentang Pati Unus, Raja Demak Yang Pernah Menyerang Portugis Di Malaka

Sekilas Tentang Pati Unus, Raja Demak Yang Pernah Menyerang Portugis Di Malaka

 


Dalam tradisi Jawa, nama Pati Unus atau Adipati Unus atau Yat Sun adalah Raja Demak kedua, yg memerintah sejak tahun 1518 sampai 1521.

Nama asli Pati Unus adalah Raden Surya. Bukti ontentiknya ada dalam Hikayat Banjar, Raja Demak, yaitu Sultan Surya Alam, telah membantu Pangeran Samudera (penguasa Banjarmasin), untuk mengalahkan pamannya, seorang penguasa Kerajaan Negara Daha yg berada di pedalaman Kalimantan Selatan.

Dalam silsilahnya, telah diketahui bahwa Pati Unus adalah anak sulung Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak. Walaupun ada versi yg menyebutnya sebagai Menantu Raden Patah, namun pendapat yg menyebut Pati Unus adalah putra dari Raden Patah, lebih dapat dipercaya.

Mengenai Pati Unus sebagai Raja Kedua Demak menggantikan Raden Patah, tampaknya disepakati oleh semua sumber sejarah, baik Babad Tanah Jawi, Serat Kanda, Kronik Tionghoa, dan berbagai sumber sejarah lainnya.

Demak dibawah pimpinan Pati Unus adalah Demak berwawasan Nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai Kerajaan Maritim yg besar.

Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dg pendudukan Portugis di Malaka. Karena itu, ia beberapa kali mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka.

Pada sekitar tahun 1512, Pati Unus menyerang Malaka, namun serangan pertama itu gagal. Segenap Jung sumbangan dari Semarang dan Rembang, musnah dalam serangan itu. Dari 100 Jung yg berangkat ke Malaka, hanya 7 atau 8 yg pulang kembali.

Pada sekitar tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan kedua ke Malaka melawan pendudukan Portugis di sana. Pati Unus gugur dalam Pertempuran ini, dan kedudukannya sebagai Raja digantikan oleh adik kandungnya, yaitu Raden Trenggana.

Maka dari itu, Pati Unus dikenal juga dg julukan Pangeran Sabrang Lor (Sabrang=Menyeberang, Lor=Utara), karena pernah menyeberangi Laut Jawa menuju Malaka untuk melawan Portugis.


Rujukan Utama:

Buku Babad Tanah Jawi Karya SOEDJIPTO Abimanyu.


Jumat, 02 Desember 2022

Mengenal Liem Swie King, Legenda Bulutangkis Indonesia Asal Kudus

Mengenal Liem Swie King, Legenda Bulutangkis Indonesia Asal Kudus

 


Kudus merupakan salah satu daerah penyumbang pebulutangkis hebat di Indonesia. Hal ini karena bisa dilihat dari banyaknya pebulutangkis berprestasi lahir di Kota Kretek ini. Salah satunya adalah Liem Swie King.

Bagi masyarakat Indonesia, khususnya penggemar olahraga Bulutangkis, pasti tidak asing dg sosok Legenda Bulutangkis Tanah Air dg segudang prestasi tersebut.

Liem Swie King lahir di Kudus pada 28 Februari 1956. Sejak kecil, Liem Swie King telah bermain Bulutangkis. Karena dorongan orang tua yg begitu kuat, Liem kecil dimasukkan ke dalam Klub PB Djarum.

Kepiawaiannya bermain bulutangkis semakin terasah setelah ia masuk ke dalam Klub yg berpusat di Kabupaten tempat kelahirannya tersebut.

Dalam catatan Pusat Data Tokoh Indonesia, selama berkarir kurang lebih 15 tahun di olahraga Bulutangkis, Liem Swie King tercatat telah meraih berbagai prestasi di tingkat Regional, Nasional maupun Internasional.

Liem Swie King muda pernah meraih Juara 1 Junior bulutangkis tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1972. Kemudian, di usianya yg masih 17 tahun (1973), ia berhasil meraih Juara Bulutangkis di Pekan Olahraga Nasional (PON). 

Setelah menjuarai PON di usia muda, nama Liem Swie King semakin dikenal publik Indonesia. Dan sekitar akhir tahun 1973, ia pun berhasil masuk Pelatnas yg berpusat di Hall C Senayan, Jakarta. 

Di tingkat Internasional, nama Liem Swie King mulai banyak dikenal setelah berhasil menantang Rudi Hartono di Final All England tahun 1976.

Dua kali Runner Up di tahun 1976 dan 1977, akhirnya Liem Swie King berhasil meraih juara di Ajang kejuaraan bulutangkis tertua di dunia tersebut, pada tahun 1978, 1979, dan 1981.

Di kejuaraan All England, Liem Swie King tercatat berhasil masuk Final 6x berturut-turut (1976-1981), dg 3 kali menjadi Juara (1978, 1979, dan 1981) dan 3x Runner Up (1976,1977, dan 1980).

Selain Juara 3x All England, Liem Swie King juga telah meraih puluhan gelar turnamen Bulutangkis Open lain yg tingkat ajang kegengsiannya dibawah All England, baik di sektor tunggal maupun ganda.

Di ajang yg lebih prestisius, ia juga berhasil meraih banyak gelar, seperti Juara Tunggal Putra Asian Games tahun 1978 di Bangkok, Thailand. Dalam ajang beregu, Liem Swie King pernah juga membawa Indonesia Juara Piala Thomas 3x di tahun 1976, 1979, dan 1984, dari 6x keikutsertaannya di ajang tersebut.

© Screenshoot YT via Tagar.id

Setelah berkarir selama kurang lebih 15 tahun menjadi pemain sektor tunggal maupun ganda olahraga Bulutangkis, Liem Swie King memutuskan untuk gantung raket di tahun 1988.

Namun, tidak seperti rekan-rekannya yg memilih tetap di Bulutangkis dg menjadi seorang pelatih, Liem justru lebih memilih menjadi seorang Pengusaha di bidang perhotelan dan spa.

Walaupun begitu, atlet dg julukan "King Smash" ini, tetaplah menjadi seorang Legenda Bulutangkis Indonesia yg banyak diidolakan. 

Terbukti dg munculnya sebagai cameo beberapa film dan menjadi bintang iklan. Selain itu, kisah hidupnya juga pernah dituangkan dalam Buku yg judulnya sesuai dg namanya, yaitu King.


Rujukan Utama:

- "Liem Swie King - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas" https://id.m.wikipedia.org/wiki/Liem_Swie_King.

- "PBDJARUM - [Profil Legenda] Liem Swie King, King of Smash" https://pbdjarum.org/berita/diluar-arena/20130217-profil-legenda-liem-swie-king-king-of-smash


Senin, 28 November 2022

Mengenal Nitisemito, Raja Kretek Indonesia Tempo Dulu Asal Kudus

Mengenal Nitisemito, Raja Kretek Indonesia Tempo Dulu Asal Kudus

 


Kudus merupakan daerah di Jawa Tengah yg terkenal sebagai Kota Kretek, dan dibuktikan dg adanya Gerbang Kudus Kota Kretek. Hal ini tidak salah, mengingat di Kudus sangat banyak industri rokok, dg merk terbesarnya saat ini adalah Djarum. Hingga memunculkan Hartono bersaudara sebagai orang terkaya Indonesia.

Namun, dibalik maraknya industri rokok disana, ternyata tidak terlepas sosok pendahulunya, yaitu Nitisemito, yg dijuluki sebagai Bapak Kretek Indonesia. Lantas, siapa sebenarnya Nitisemito?

>>> BUKU RAJA KRETEK M. NITISEMITO REKOMENDASI BUAT KALIAN <<<

Nitisemito merupakan tokoh yg lahir di Kudus pada tahun 1853, dan wafat pada 7 Maret 1953. Sebenarnya, Nitisemito lahir dg nama Roesdi. Ayah Roesdi bernama Haji Soelaiman, seorang Lurah di Desa Janggalan, Kudus. Sedangkan Ibu Roesdi bernama Markanah.

Roesdi kecil tidak bersekolah dan enggan meneruskan jejak ayahnya sebagai Lurah. Ia memilih menjadi pengusaha dg menyandang nama Jawa Nitisemito.

Perubahan namanya dari Roesdi menjadi Nitisemito terjadi saat usianya 17 tahun. Namun, versi lain menyebutkan jika perubahan nama tersebut terjadi setelah ia menikah dg seorang perempuan bernama Nasilah asal Singocandi.

Dalam riwayatnya, pada usia 17 tahun Nitisemito merantau ke Malang, Jawa Timur, meniti karir sebagai buruh jahit, hingga sukses menjadi Pengusaha Konveksi. Walaupun sudah tergolong sukses, namun ia memutuskan untuk kembali ke Kudus, karena menilai persaingan bisnis konveksi sangat tinggi.

Setelah kembali ke Kudus, ia sempat menekuni berbagai bisnis, seperti minyak kelapa, pedagang kerbau, kusir Dokar hingga menjadi pengusaha Dokar yg banyak mengangkut tembakau.

Para kusir Dokar termasuk Nitisemito, memiliki pangkalan tersendiri, yaitu di sebuah warung tembakau milik Nasilah. Bahkan, Nitisemito tercatat sebagai orang yg paling sering mampir di warung tersebut.

Pada sekitar tahun 1894, Nitisemito menikahi Nasilah. Dari pernikahannya tersebut, keduanya dikaruniai tiga orang putri. Di kemudian hari, Nitisemito juga memperistri wanita lain, yaitu Sawirah, Ngalimah, dan Rebi Tijem.

>>> BUKU NOVEL GADIS KRETEK REKOMENDASI BUAT KALIAN <<<

Dan dari pernikahannya dg Nasilah inilah perdagangan kretek berawal. Nasilah bertugas meracik tembakau dan Nitisemito yg memegang kendali perusahaan. Dalam suatu versi, Nasilah lah yg disebut-sebut sebagai penemu rokok kretek.

>>> BUKU HIKAYAT KRETEK REKOMENDASI BUAT KALIAN <<<

Melalui proses panjangnya, Nitisemito berhasil menjadi pengusaha rokok dg merk Tjap Bal Tiga, yg termasuk merk rokok terbesar kala itu. Jika ditarik ke zaman sekarang, Tjap Bal Tiga bisa dibilang sebagai pendahulu Djarum, dan Nitisemito sebagai pendahulu dari Hartono bersaudara.

Saking terkenalnya, Ratu Belanda saat itu sampai menjulukinya sebagai 'De Kretek Konning' atau Raja Kretek. Di era kejayaannya, Nitisemito mampu memprosuksi 8 juta batang rokok kretek dg mempekerjakan hingga 10 ribu orang buruh.


Rujukan Utama:

"Nitisemito - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas" https://id.m.wikipedia.org/wiki/Nitisemito


Sabtu, 16 Oktober 2021

Kisah Syekh 'Abdul Malik, Guru Habib Luthfi Yang Pernah Tertidur Selama 3 Tahun

Kisah Syekh 'Abdul Malik, Guru Habib Luthfi Yang Pernah Tertidur Selama 3 Tahun




Di Sekitar utara RSUD Margono dan selatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, berdiri sebuah Pondok Pesantren Bernama Bani Malik. 

Ponpes ini Tepatnya berada di Dusun Kedung  Paruk, Desa Ledug, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas

Sekilas tidak ada yg aneh dg Ponpes ini. Namun, dari Ponpes inilah Habib Luthfi Pekalongan yg termasyhur itu, mengabdi, tabarukkan dg Gurunya, Syekh 'Abdul Malik

Sehingga, dari sini diketahui juga jika Nama Ponpes ini diambil dari nama pengasuh terdahulunya, Syekh 'Abdul Malik, yg makamnya kebetulan juga berada tidak jauh dari komplek Ponpes ini. 

Syekh 'Abdul Malik lahir pada 3 Rajab 1294 H atau sekitar tahun 1881 M. Nama asli beliau adalah Muhammad Ash'ad bin Muhammad Ilyas bin Raden Mas Haji Ali Dipowongso bin HPA. Diponegoro II bin HPA. Diponegoro I (Abdul Hamid/Pangeran Diponegoro) bin Sultan Hamengkubuwono III Yogyakarta. 

Sedangkan nama 'Abdul Malik sendiri beliau dapatkan dari sang ayah setelah diajak melaksanakan Ibadah Haji bersamanya ke Tanah Suci. 

Syekh 'Abdul Malik muda awalnya mendapat pendidikan langsung dari orang tuanya. Kemudian oleh ayahnya, dipondokkan ke beberapa 'Ulama di Pulau Jawa. Barulah ketika pada usia 18 tahun, beliau berangkat ke Mekkah untuk memperdalam ilmunya. 

Tercatat sekitar 15 tahun lamanya, beliau berada di Mekkah. Hingga akhirnya, beliau memutuskan untuk pulang kampung dan mengabdi kepada kedua orang tuanya yg sudah sepuh. 

Syekh 'Abdul Malik merupakan Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah Kholidiyah, yg ijazahnya beliau peroleh dari ayahnya, Syekh Muhammad Ilyas

Selain itu, beliau juga merupakan Mursyid Thoriqoh Syadzaliyah, yg ijazahnya beliau peroleh dari Syekh Ahmad Nahrowi Al Makki, ketika di Mekkah. 

Di Kemudian hari, ijazah kemursyidan tersebut diturunkan kepada Murid kesayangan beliau yg saat ini menjadi Ketua Forum Sufi Dunia, Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan

Selain itu, di Kedung Paruk beliau juga menurunkan Ijazah kemursyidan Thoriqoh Naqsabandiyah Kholidiyah, kepada cucunya, Syekh 'Abdul Qodir bin Haji Ilyas Noor. 

Syekh 'Abdul Malik juga dikenal sebagai Wali Autad, yg menurut dunia tasawuf hanya ada 4 dalam 1 abad. Oleh karena itu, oleh Alloh diberikan beberapa karomah. 


Baca Juga:

Kisah Kyai Asal Parakan Dibalik 'Saktinya' Senjata Bambu Runcing Yang Ditakuti Belanda    

 • Inilah Makam Ragasemangsang, Makam Di Tengah Jalan Kota Purwokerto


Salah satu karomah beliau yg tersohor adalah Makam Fana yg pernah beliau alami dg tertidur hingga 3 tahun dalam keadaan bersholawat. 

Beliau merupakan pribadi yg rutin melaksanakan Sholat Qobliyah sebelum Sholat Fardhu. Kala itu, seperti biasa setelah Sholat Qobliyah Zhuhur, beliau bersama jamaahnya bersholawat sebelum kemudian Sholat Zhuhur. 

Iqomah pun berkumandang, namun Beliau belum juga terbangun. Akhirnya, Sholat Zhuhur dipimpin oleh Kyai Isa, adik ipar beliau. 

Berjam-jam, Berhari-hari, hingga 3 tahun lamanya, beliau masih juga belum terbangun. Dalam waktu selama itu, beliau juga tidak makan dan tidak minum, serta juga tidak lemah. Wajahnya pun justru semakin terang bercahaya. 

Hingga akhirnya, beliau pun terbangun dan langsung mengimami Sholat Zhuhur seperti biasa. Setelah Sholat, beliau menanyakan keberadaan beberapa orang yg biasa ikut bersamanya. Namun, ternyata sudah meninggal. 

Syekh 'Abdul Malik wafat pada tahun 1980 M, dan dimakamkan dibelakang Masjid di Dukuh Kedung Paruk, Desa Ledug, Kembaran. Karena letaknya di dekat perbatasan Kelurahan Mersi, sering juga makam beliau disebut berada disana. 


Referensi: Peci Hitam | Laduni | Dan Berbagai Sumber Lain









Sabtu, 25 September 2021

Inilah Sejarahnya Mengapa Master Limbad Selalu Tampil Membisu

Inilah Sejarahnya Mengapa Master Limbad Selalu Tampil Membisu




Salim Babad atau yg lebih dikenal sebagai Limbad, merupakan seorang artis sekaligus Mentalist terkemuka di Indonesia. Ia lahir pada 6 Juli 1972 di Dukuhsalam, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal. 

Namanya mulai dikenal publik setelah ia mengikuti Ajang The Master pada salah satu stasiun televisi swasta. Di ajang tersebut ia berhasil dinobatkan sebagai Master Magician

Sebagai Master Magician, Pria yg menyukai sayur asem ini, menjadi sering diundang untuk melakukan aksi-aksi berbahaya, ekstrim, dan menegangkan. 

Misalnya, aksi berdiri di sebuah menara dg ketinggian 20 meter tanpa makan dan minum, dimasukkan dalam kotak beton selama 12 jam, dan lain sebagainya. 

Selain itu, Limbad juga kerap diminta untuk menjadi bintang film/sinetron dan iklan. Sebut saja Tarzan Cilik, Baim Anak Sholeh, Raden Kian Santang, iklan produk elektronik Mito, dan lain sebagainya. 

Selain ciri khas menampilkan faqir magic / aksi berbahaya, sebenarnya ia juga mempunyai ciri khas suka membawa Burung Hantu yg dinamakannya sebagai Burhan. Seekor burung hantu yg ditemukannya dalam hampir keadaan mati. 

Master Limbad dan Burung Hantunya / ©kapanlagi

Dan ciri khas lain Limbad yg kerap menjadi tanda tanya ialah tampil membisu di hadapan publik. Mengapa bisa demikian? 

Master Limbad dikenal sebagai publik figur yg kerap hanya memberi isyarat jika hendak berbicara. Atau juga dg membisikkannya kepada asisten atau orang yg dipercayanya. 

Menurut adik seperguruannya, Suro, Limbad melakukan hal demikian, untuk membentuk citra kuat, hebat, dan tidak bisa diajak berbicara oleh manusia pada umumnya. 

Namun Menurutnya, Limbad sendiri sama dg manusia lain yg saling berkomunikasi antar sesama. Serta juga dianggapnya tidak ada keanehan dalam diri Master Limbad. 

Limbad sendiri tampil membisu diakuinya sejak tahun 1999, ketika ia pindah ke Jakarta dan ikut kontrak pada ajang The Master di Stasiun Televisi Swasta Indonesia. 


Referensi: Wikipedia, Tribunnews, dan berbagai sumber lain


Rabu, 22 September 2021

Kisah Kyai Asal Parakan Dibalik 'Saktinya' Senjata Bambu Runcing Yang Ditakuti Belanda

Kisah Kyai Asal Parakan Dibalik 'Saktinya' Senjata Bambu Runcing Yang Ditakuti Belanda




Parakan adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Temanggung, yg memiliki luas wilayah 22,23 km² dan berpenduduk lebih dari 50 ribu orang. 

Parakan sendiri dahulunya pernah menjadi Ibukota Kabupaten Temanggung, sebelum akhirnya berpindah lokasi seperti sekarang. 

Alam Parakan juga tergolong indah, terutama pesona Sumbing-Sindoro (Susi), yg sering nampak di berbagai sudut Parakan. 

Berbagai julukan juga disematkan pada Parakan, seperti Kota Pusaka dan Kota Bambu Runcing. Mengapa Parakan mendapat julukan demikian? 

Menurut sejarahnya, dahulu ketika Parakan berstatus Kota Kawedanan, banyak orang terutama pejuang perang yg datang ke sana. 

Menurut sebuah catatan, ada 10 ribu orang datang tiap hari ke sana dalam rentang waktu 1 tahun. Dari berbagai kota di Pulau Jawa maupun luar Jawa, mereka datang ke Parakan dg berbagai kendaraan, termasuk kereta api, yg dimana saat itu rel kereta di Parakan masih aktif. 

Lantas, apa tujuan mereka?

Mereka berbondong-bondong menuju Parakan, karena disana hidup sosok Kyai sepuh, bernama KH. Subkhi. Beliau banyak dimintai do'a oleh para pejuang. KH. Wahid Hasyim, Jenderal Sudirman, adalah sedikit dari Tokoh besar yg sering sowan ke tempat beliau untuk mendapatkan do'a dan berbagai nasehat perjuangan. 

Dikutip dari NU Online, ternyata Jenderal Sudirman juga mendapat wejangan untuk menjaga Wudlunya di setiap waktu, juga dari KH. Subkhi, yg dikemudian hari dikenal sebagai jimat bagi Pakde Sudirman. 

Banyaknya rombongan yg datang tersebut, sebagian besar kabarnya adalah Para Pejuang Perang, dg berbekal senjata Bambu Runcing. 

Saat itu, karena masih minimnya persenjataan, akhirnya Bambu runcing lah yg digunakan sebagai senjata. Namun, siapa sangka jika Bambu runcing tersebut konon lebih ditakuti oleh Belanda dan sekutunya. 

Hal ini lantaran sebuah do'a dari KH. Subkhi dan amalan-amalan lain yg diberikan beliau kepada para pejuang. Selain itu, Bambu Wulung yg ujungnya diruncingkan tersebut, juga diberi sebuah cairan yg membuat efek mati perlahan, karena infeksi. 

Kabar penyepuhan Bambu runcing yg tadinya hanya di sekitar Parakan, akhirnya menyebar luas hingga ramailah Parakan menjadi seperti lautan manusia. 

Senjata Bambu runcing sendiri menurut sebuah catatan digunakan besar-besaran pertama kali pada Perang 10 November 1945. Yg dimana kemudian hari tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. 

Namun, pendapat lain dari Mayjen Higoe Iwabe disebutkan jika pada perang 10 November 1945, masyarakat militer maupun sipil di sekitar Surabaya telah dipersenjatai dg alat persenjataan modern hasil rampasan Jepang. 

Oleh karena itu, merujuk pada pendapat tersebut, penggunaan senjata bambu runcing lebih digunakan pada Perang sebelum Kemerdekaan 17 Agustua 1945. 

Itulah Mengapa Parakan juga dijuluki Kota Bambu Runcing, karena Parakan merupakan tempat sentral bagi para pejuang Perang, terutama yg berbekal senjata Bambu Runcing. 

Senin, 20 September 2021

The Statue Is In Japan, Here Are 6 Interesting Facts About General Sudirman

The Statue Is In Japan, Here Are 6 Interesting Facts About General Sudirman




Who doesn't know Sudirman? The figure of the Young General is a pride and role model for all Indonesian people. How not, he who was born in Purbalingga, January 24, 1916 is a great figure who seemed destined to be born to raise the name of Indonesia. In fact, there are also other countries that helped raise his name in the form of a building.

The following is a summary of 10+ interesting information about General Sudirman that will increase your knowledge:

1. A General With a Teacher's Background
Prior to his involvement in the military, General Sudirman was actually an educator, aka a teacher. Had continued to study as an assistant teacher in Solo, he then returned to Cilacap and was appointed a teacher at HIS Muhammadiyah Cilacap. In addition, he is also active in the Muhammadiyah Scout Organization, Hizbul Wathon.

2. Have 3 Powerful Amulets
Historically, General Sudirman was a very slippery leader to catch the enemy. After being traced, it turns out that he admits that he has a powerful grip / talisman. First, always keep the ablution. Second, always pray on time. Third, sincere in serving the Nusa, Nation, and Religion. This can not be separated from the background of the students who are thick attached to his body.

3. Become the youngest general and commander in chief in the history of the Republic of Indonesia
During the early days of Independence in 1945, the first Commander in Chief of the People's Security Army (TKR), the forerunner of the TNI. In this case, the young Sudirman who was only 29 years old, was elected as the Commander in Chief, defeating the older and higher-ranking Urip Sumoharjo.

4. Become one of the 3 5 Star Generals in Indonesia
In the military world of Indonesia and the world, 5-star General is a level that is very difficult to achieve and rarely awarded. This is because a General who holds a 5 Star status, is not a random person. In Indonesia alone, there are only 3 generals who bear this title, namely General Sudirman, General Abdul Haris Nasution, and General Suharto.complex

5. Received the honor, the Ministry of Defense of Japan also put the Statue of General Sudirman in his office complex
On January 14, 2011, the Japanese Ministry of Defense decided to erect a statue of General Sudirman in the garden behind the office. The statue is a gift from the Indonesian Ministry of Defense to the Japanese Ministry of Defense. Reportedly, the statue is also the only foreign hero statue in the Japanese Ministry of Defense. This can not be separated from the role of young Sudirman who was once the leader of the Organization for the Defense of the Fatherland Army (PETA) formed by Japan age

6. Died at a young age
January 29, 1950 was a time of mourning for the entire Indonesian nation. Because the great leader and role model left us all. His good deeds to this country, it seems that the Creator wills it for not too long, which is only at the age limit of 34 years. In such a short time, he has succeeded in making gold history for the Indonesian nation.

Jumat, 27 Agustus 2021

Pencipta Lagu 17 Agustus Yang Ternyata Seorang Habib

Pencipta Lagu 17 Agustus Yang Ternyata Seorang Habib

 


Siapa yg tak kenal dg Lagu Syukur? Sebuah lagu Kebangsaan yg biasa dilantunkan di akhir sebuah acara peringatan HUT RI, yg mengandung sebuah renung penuh penghayatan. 

Siapa yg tak kenal dg lagu Hari Merdeka? Sebuah lagu yg rutin dilantunkan pada berbagai momen peringatan HUT RI, yg memuat sebuah Semangat kebangsaan. 

Dibalik itu semua, ada sosok besar asal Semarang yg menjadi pengarang lagu populer tersebut. Beliau adalah H. Muhammad Husein Muthohar, seorang tokoh bangsa yg lahir di Kauman, Semarang, Jawa Tengah. 

Beliau Lahir pada 5 Agustus 1916, dan wafat pada 9 Juni 2004 di Jakarta. Namanya sering kali dianggap tak terlalu istimewa oleh banyak orang. Salah satunya karena sebuah kecohan nama depan beliau, yg bertulis "H", dimana banyak yg mengartikannya sebagai Haji Muhammad Husein Muthohar. Dalam hal ini, di Nusantara julukan Haji merupakan julukan biasa yg sudah umum untuk seseorang yg telah menunaikan ibadah Haji. 

Sejatinya, Huruf "H" didepan nama beliau merupakan singkatan dari Kata "Habib", namun alasan di singkatnya kata Habib sendiri, belum diketahui pasti penyebabnya. 

Beliau menciptakan Lagu Syukur pada Januari 1945, sekitar 7 bulan sebelum Kemerdekaan RI. Sedangkan Lagu Merdeka, diciptakan beliau pada 1946, sekitar satu tahun kemudian setelah Kemerdekaan RI. 

Selain pencipta Lagu Syukur dan Hari Merdeka, beliau merupakan pencipta Hymne Pramuka, Lagu Dirgahayu Indonesiaku, dan masih banyak lagi karyanya sebagai seorang komponis. 

Disaat Agresi Militer II di Yogyakarta, sebagai ajudan Presiden Sukarno, beliau diamanatkan untuk menjaga bendera pusaka merah putih dari Belanda. Dg menyobek antara warna merah dan putih, beliau dapat mengelabuhi Belanda dan mengamankan Bendera pusaka, sebelum akhirnya dijahit kembali dan diberikan pada Presiden Sukarno. 

Tak banyak yg tau, ternyata beliau juga merupakan Veteran dari Pertempuran 5 Hari di Semarang, pencetus Paskibra, tokoh pendiri Pramuka Indonesia, dan lain sebagainya, yg mengukuhkan beliau sebagai Tokoh besar sekaligus Habib yg berpengaruh besar bagi NKRI. 


Diolah Dari Berbagai Sumber

Rabu, 25 Agustus 2021

10+ Fakta Menarik Tentang Jenderal Sudirman, Panglima Pertama Indonesia Yang Patungnya Dibangun Di Jepang

10+ Fakta Menarik Tentang Jenderal Sudirman, Panglima Pertama Indonesia Yang Patungnya Dibangun Di Jepang



Siapa yg tidak kenal dg Sudirman? Sosok Jendral Muda ini merupakan kebanggaan dan teladan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, beliau yg lahir di Purbalingga, 24 Januari 1916 ini merupakan tokoh besar yg seakan ditakdirkan terlahir untuk membesarkan nama Indonesia. Bahkan, ada juga negara lain yg turut membesarkan nama beliau dalam wujud sebuah bangunan. 

Berikut ini adalah rangkuman 10+ info menarik seputar Jendral Sudirman yg akan menambah pengetahuan kalian: 

1. Lahir Di Purbalingga, Namun Besar Di Cilacap

Selama ini, kita mengenal Jenderal Sudirman merupakan seorang tokoh kelahiran Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Purbalingga. Hal tersebut memang benar, namun masih di tahun kelahirannya 1916, menurut sejarahnya beliau bersama Keluarganya pindah ke Kelurahan Tambakreja, Cilacap Kota. Sehingga bisa dikatakan beliau lahir di Purbalingga, namun tumbuh besar di Cilacap. 

2. Sebenarnya Merupakan Putera Dari Seorang Pejabat Pemerintahan

Selama ini didalam buku-buku sejarah, tertera jika Jenderal Sudirman merupakan putera dari pasangan Karsid Kartawiraji dan Siyem. Namun, dikutip dari Situs Tempo, sebenarnya Jenderal Sudirman merupakan anak dari Seorang Asisten Wedana (Camat), yg bernama Raden Cokrosunaryo dan istrinya Toeridowati. Hal ini dibenarkan oleh Putra Bungsu Jenderal dan beberapa ahli sejarah. 

3. Lahir, Tumbuh Besar, Wafat, Dan Dimakamkannya Beliau, Berada Di 4 Tempat Yg Berbeda 

Sebuah fakta sejarah menyebut jika Jenderal Sudirman mengalami masa penting hidupnya di 4 tempat yg berbeda. Pertama, beliau lahir di Purbalingga. Kedua, beliau tumbuh besar di Cilacap. Ketiga, beliau wafat di Magelang. Dan yg terakhir, beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Yogyakarta. 

4. Seorang Jenderal Yg Berlatar Belakang Guru

Sebelum berkecimpung di dunia militer, sebenarnya Jenderal Sudirman merupakan seorang tenaga pendidik alias seorang guru. Sempat melanjutkan sekolah Guru bantu di Solo, beliau kemudian kembali ke Cilacap dan diangkat menjadi seorang Guru di HIS Muhammadiyah Cilacap. Selain itu, beliau juga aktif dalam Organisasi Kepanduan Muhammadiyah, Hizbul Wathon. 

5. Memiliki 3 Buah Jimat Ampuh

Menurut sejarahnya, Jenderal Sudirman merupakan seorang pemimpin yg sangat licin untuk ditangkap musuh. Setelah ditelusuri, ternyata beliau mengakuinya memiliki pegangan/jimat yg ampuh. Pertama, Selalu menjaga wudhunya. Kedua, Selalu Sholat tepat waktu. Ketiga, ikhlas dalam mengabdi pada Nusa, Bangsa, dan Agama. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang santri yg kental melekat dalam tubuh beliau. 

6. Menjadi Jenderal Dan Panglima Termuda Dalam Sejarah NKRI

Disaat awal-awal Kemerdekaan tahun 1945, ditunjuklah seorang Panglima Besar pertama Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal bakal TNI. Dalam hal ini, Sudirman muda yg baru berusia 29 tahun, terpilih menjadi Panglima besar, mengalahkan Urip Sumoharjo yg lebih tua dan berpangkat lebih tinggi. 

7. Menjadi satu diantara 3 Jenderal Bintang 5 di Indonesia

Dalam dunia militer Indonesia maupun dunia,  Jenderal Bintang 5 merupakan tingkatan yg sangat sulit dicapai dan jarang diberikan. Hal ini karena seorang Jenderal yg menyandang status Bintang 5, bukanlah orang yg sembarangan. Di Indonesia saja, hanya terdapat 3 Jenderal yg menyandang gelar tersebut, yaitu Jenderal Sudirman, Jenderal Abdul Haris Nasution, dan Jenderal Suharto. 

8. Menjadi Nama Dari Banyak Jalan Protokol Di Indonesia

Di berbagai wilayah Indonesia, nama Jalan seperti Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sudirman, Jalan Panglima Sudirman, tentu bukan hal asing. Hal ini tak terlepas dari nama Jenderal Sudirman yg begitu tenar di Indonesia. Misalnya saja, di Kota Tetangga Purbalingga, yaitu Purwokerto (Ibukota Kab. Banyumas), nama Jalan Jenderal Sudirman menjadi Nama Jalan terpanjang di Kota tersebut. 

9. Namanya Dipakai Sebagai Nama Sebuah Universitas Negeri Dan Sebuah Bandara

Di Kota Purwokerto, Banyumas, terdapat sebuah Universitas Negeri bernama Universitas Jenderal Soedirman, atau yg lebih dikenal Unsoed. Perguruan Tinggi ini adalah salah satu Universitas Negeri Terbaik yg dimiliki Indonesia. 

Selain Universitas, nama Jenderal Sudirman juga dipakai pada sebuah Bandara Domestik di Kecamatan Bukateja, Purbalingga. Bandara ini bernama Bandara Jenderal Besar Soedirman, yg baru saja dibuka awal Juni 2021 lalu. 

10. Mendapat kehormatan, Kementrian Pertahanan Jepang turut meletakkan Patung Jenderal Sudirman Di Komplek kantornya

14 Januari 2011 lalu, Kementrian Pertahanan Jepang memutuskan untuk mendirikan patung Jenderal Sudirman di taman belakang kantor. Patung tersebut merupakan hadiah Kementrian Pertahanan RI pada Kementrian Pertahanan Jepang. Kabarnya, patung tersebut juga menjadi patung pahlawan asing satu-satunya di Kementerian Pertahanan Jepang. Hal ini tak terlepas dari peran Sudirman muda yg pernah menjadi pemimpin Organisasi Tentara Pembela Tanah Air (PETA) bentukan Jepang. 

11. Wafat Di Usia Yg Masih Muda

29 Januari 1950 adalah waktu duka cita seluruh Bangsa Indonesia. Pasalnya, sosok pemimpin besar dan teladan itu meninggalkan kita semua. Perbuatan baiknya pada Negeri ini, nampaknya dikehendaki oleh Yang Maha Pencipta Untuk Tidak terlalu lama, yaitu hanya pada batas usia 34 tahun. Dalam waktu yg sesingkat itu, beliau telah berhasil mencetak sejarah emas bagi Bangsa Indonesia. 



Diolah Dari Berbagai Sumber





Senin, 02 Agustus 2021

Semuanya Pebulutangkis, Inilah 8 Peraih Medali Olimpiade Asal Jawa Tengah

Semuanya Pebulutangkis, Inilah 8 Peraih Medali Olimpiade Asal Jawa Tengah




Siapa Yg tidak kenal bulutangkis? Olahraga ini adalah Salah satu Olahraga paling populer di Indonesia. Bicara soal prestasi, bahkan Bulutangkis hingga saat ini merupakan satu-satunya penyumbang medali emas Indonesia di Olimpiade

Salah satu penyumbang terbanyak medali bulutangkis Indonesia di Olimpiade adalah Provinsi Jawa Tengah. Bahkan dari semua atlet Olimpiade asal Jawa Tengah, hingga saat ini yg memperoleh medali merupakan atlet bulutangkis. 

Dari awal keikutsertaan bulutangkis sebagai cabang olahraga di Olimpiade, tercatat ada 8 atlet asal Jawa Tengah yg berhasil medali di ajang olahraga paling prestisius tersebut:

1. Rudy Gunawan - Medali Perak Ganda Putra Olimpiade Barcelona 1992

Rudy Gunawan / Indosport

Rudy Gunawan merupakan atlet bulutangkis spesialis ganda kelahiran Surakarta, 31 Desember 1966. Pada ajang Olimpiade Barcelona 1992, beliau bersama pasangannya, Eddy Hartono berhasil merengsek ke Final Olimpiade setelah mengalahkan ganda putra legendaris China, Li Yong Bo/Tian Bing Yi di partai Semifinal. Kemudian, di Final keduanya berhasil dikalahkan oleh Pasangan Legendaris Park Joo Bong/Kim Moon Soo. 

Namanya tak hanya bersinar di sektor ganda putra, di ganda campuran bersama pasangannya Rosiana Tendean juga banyak memperoleh prestasi gemilang. Namun, Sejak pensiun beliau memilih melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat. Dan kini, disamping menjadi seorang pendeta, beliau juga masih aktif menjadi pelatih disana. 


2. Eddy Hartono - Medali Perak Ganda Putra Olimpiade Barcelona 1992

Eddy Hartono / Badmintonindonesia

Eddy Hartono merupakan atlet bulutangkis spesialis ganda kelahiran Kudus, 19 Juli 1964. Pada ajang Olimpiade Barcelona 1992, beliau bersama pasangannya, Rudy Gunawan berhasil merengsek ke Final Olimpiade setelah mengalahkan ganda putra legendaris China, Li Yong Bo/Tian Bing Yi di partai Semifinal. Kemudian di partai Final, keduanya berhasil dikalahkan oleh Pasangan Legendaris asal Korea Selatan, Park Joo Bong/Kim Moon Soo. 

Sebagai spesialis ganda, beliau cukup berimbang secara prestasinya baik di sektor Ganda Putra maupun Ganda campuran. Namun, prestasi ganda putra pada ajang Olimpiade inilah yg membuat namanya menjadi lebih besar. 

Eddy Hartono merupakan salah satu atlet yg terlahir sebagai keluarga dinasti bulutangkis. Beberapa Atlet top tanah air spesialis sektor Tunggal Putra, yaitu Hastomo Arbi dan Haryanto Arbi tercatat merupakan kakak dan adik beliau. 


3. Hermawan Susanto - Medali Perunggu Tunggal Putra Olimpiade Barcelona 1992

Hermawan Susanto / Unimus

Hermawan Susanto merupakan atlet bulutangkis kelahiran Kudus, 24 September 1967. Atlet yg memperistri sesama atlet Badminton, Sarwendah Kusumawardhani ini, berhasil melengkapi Podium Tunggal Putra Bulutangkis di ajang Olimpiade Barcelona 1992 yg kesemuanya diisi oleh atlet Indonesia. Medali emas diraih Alan Budikusuma, medali perak diraih Ardy B. Wiranata, dan medali perunggu diraih oleh Hermawan Susanto. 

Pria yg biasa disapa Aim ini merupakan salah satu dari banyaknya atlet yg lahir dari keluarga pebulutangkis. Ayah dan ibunya merupakan mantan atlet pebulutangkis Nasional yg pernah ikut Thomas dan Uber Cup. Dari keluarganya tersebut, yg paling terkenal adalah Lim Swie King, atlet legendaris dg segudang prestasi yg merupakan Paman dari Aim. 


4. Antonius Budi Ariantho - Medali Perunggu Ganda Putra Olimpiade Atlanta 1996

Antonius Budi Ariantho / PB Djarum

Antonius Budi Ariantho merupakan atlet bulutangkis spesialis ganda kelahiran Pekalongan, 3 Oktober 1971. Pada ajang Olimpiade Badminton tahun 1996 di Atlanta, beliau berpasangan dg Denny Kantono. Kala itu beliau memperoleh medali perunggu setelah mengalahkan pasangan asal Malaysia, Soo Beng Kiang/Tan Kim Her yg sama-sama kalah sebelumnya di babak semifinal. 

Sebagai atlet spesialis ganda, beliau pernah berpasangan dg beberapa atlet top lain, seperti Candra Wijaya dan Ricky Subagya. Namun, karir tersukses nya tercatat diraih ketika berpasangan dg Denny Kantono yg kala itu juga sukses merengsek ke peringkat 1 BWF. 


5. Eng Hian - Medali Perunggu Ganda Putra Olimpiade Athena 2004

Eng Hian / BadmintonIndonesia

Eng Hian merupakan atlet bulutangkis kelahiran Surakarta, 17 Mei 1977. Pada ajang Olimpiade Athena 2004, beliau berpasangan dg Flandy Limpele sebagai pasangan Ganda Putra. Kala itu beliau dikalahkan di babak semifinal oleh pasangan Korea Selatan, Kim Dong Moon/Ha Tae Kwon. Dan berhasil memenangkan perebutan medali perunggu setelah mengalahkan pasangan Denmark, Jens Eriksen/Martin Lundgaard Hansen. 

Baru-baru ini nama Eng Hian juga  kembali tersorot publik, selepas mengantarkan anak didiknya Greysia Polli/Apriani Rahayu menjadi Juara Ganda Putri di Olimpiade Tokyo. Selain itu, pasangannya Flandy Limpele juga berhasil mengantarkan anak didiknya asal Malaysia yg berhasil meraih medali perunggu ganda putra di ajang yg sama. 


6. Nova Widianto - Medali Perak Ganda Campuran Olimpiade Beijing 2008

Nova Widianto / Indosport

Nova Widianto merupakan atlet Badminton spesialis ganda kelahiran Klaten, 10 Oktober 1977. Pada ajang Olimpiade Beijing 2008, beliau bertanding di Nomor Ganda Campuran bersama Liliyana Natsir. Kala itu, beliau berhasil meraih juara dua dan berhak meraih medali perak, setelah di partai final dikalahkan oleh pasangan non unggulan asal Korea Selatan, Lee Yong Dae/Lee Hyo Jung. 

Entah sebuah kutukan atau kebetulan semata, sejak tahun 1996 sampai 2008 sektor ganda campuran yg mendapatkan predikat unggulan pertama, tidak pernah berhasil menjadi juara Olimpiade. Hal ini seakan berlaku bagi pasangan Indonesia yg berjuluk Nova/Butet, yg saat itu merupakan unggulan pertama. 


7. Hendra Setiawan - Medali Emas Ganda Putra Olimpiade Beijing 2008

Hendra Setiawan / Wikipedia

Hendra Setiawan merupakan atlet Badminton spesialis Ganda kelahiran Pemalang, 25 Agustus 1984. Pada ajang Olimpiade Beijing 2008, beliau bersama pasangannya Markis Kido berhasil merengsek ke podium tertinggi sebagai juara, dan berhak memperoleh medali emas. 

Kala itu, mereka berhasil mengalahkan musuh bebuyutannya asal China, Cai Yun/Fu Haifeng di partai final. Permainan tiga ronde antara kedua pasangan tersebut, menjadi tontonan seru yg banyak menghiasi layar kaca di berbagai wilayah. 

Sebagai atlet spesialis ganda, pria yg sering disapa Kohen ini banyak berpasangan dg banyak atlet lain. Namun, Kohen tercatat berhasil meraih banyak prestasi prestisius hanya bersama 2 orang, yaitu Markis Kido dan Muhammad Ahsan. Bersama keduanya, Kohen meraih banyak gelar bergengsi, seperti medali emas Olimpiade, medali emas Kejuaraan Dunia, Medali Emas Asian Games, dan lain sebagainya.
 

8. Tontowi Ahmad - Medali Emas Ganda Campuran Olimpiade Rio De Janeiro 2016

Tontowi Ahmad / Wikipedia

Tontowi Ahmad merupakan atlet Badminton spesialis Ganda kelahiran Banyumas, 18 Juli 1987. Pada ajang Olimpiade Rio De Janeiro 2016, Owi berhasil menjadi peraih medali emas Ganda Campuran bulutangkis Indonesia pertama di ajang Olimpiade. 

Kala itu, Owi berpasangan dg Liliyana Natsir yg tercatat lebih senior dan telah mempunyai banyak gelar bergengsi. Pasangan yg sering disapa Owi/Butet itu berhasil menjadi juara selepas mengalahkan pasangan asal Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu YingYing di partai final. 

Owi sebenarnya pernah beberapa kali berpasangan dg atlet lain. Namun, Bersama Butetlah, Owi meraih masa kejayaannya dg mengantongi banyak gelar bergengsi mulai dari Olimpiade, Kejuaraan Dunia, dan puluhan gelar lainnya yg menjadikannya Pasangan Ganda Campuran Badminton tersukses Indonesia di era modern ini. 


Diolah Dari Berbagai Sumber