--> JENDELA JATENG DIY : Budaya | Deskripsi Singkat Blog di Sini

Berbagi Informasi Menarik Mengenai Jateng dan DIY

Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 Januari 2023

Ki Ageng Gribig, Tokoh Waliyullah Klaten Dibalik Tradisi Apem Ya Qowiyyu

Ki Ageng Gribig, Tokoh Waliyullah Klaten Dibalik Tradisi Apem Ya Qowiyyu


Ki Ageng Gribig merupakan salah seorang 'Ulama penyebar Agama Islam di Pulau Jawa ratusan tahun yg lalu, yg makamnya kini berada di daerah Jatinom, Klaten, Jawa Tengah.

Di samping makam Ki Ageng Gribig, terdapat beberapa tempat lain, diantaranya Masjid Agung Jatinom dan Sendang Palampeyan, Sendang Suran dan Guwa Belan, Masjid Tiban dan Oro-oro Tarwiyah (tempat dimana Ki Ageng Gribig menanam yg dibawanya dari Arofah, Mekkah).

Ki Ageng Gribig biasanya diidentikkan dengan tradisi rutin tahunan di Jatinom, yaitu acara sebaran kue apem, yg diberi nama Apem Ya Qowiyyu. Apem sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yaitu "Affan", yang bermakna Ampunan. Sedangkan Ya Qowiyyu berasal dari doa Kyai Ageng Gribig sebagai penutup pengajian yang berbunyi: "Ya qowiyyu Yaa Aziz qowina wal muslimin, Yaa qowiyyu warzuqna wal muslimin”.

Tradisi Apem Ya Qowiyyu (Antara Foto/Aloysius Jarot Nugroho)

Apem Yaqowiyyu tersebut sampai sekarang diperingati menjadi upacara adat di Jatinom yang diselenggarakan setiap tahun pada hari Jumat, sekitar tanggal 15 Bulan Sapar dalam penanggalan Jawa, berlokasi di dekat makam Ki Ageng Gribig. Tujuan diadakannya acara sebaran kue apem itu agar masyarakat selalu memohon ampunan kepada Sang Pencipta.

Untuk asal-usul atau silsilah Ki Ageng Gribig, terdapat beberapa versi yg beredar. Versi pertama menurut Tim Dinas Pariwisata Kabupaten Klaten, menyebut jika beliau adalah cucu Raja Brawijaya dari Majapahit, putra R.M Guntur atau Prabu Wasi Jolodoro. 

Ki Ageng Gribig dalam versi ini disebut sebagai 'Ulama penyebar Agama Islam di daerah Jatinom, Kabupaten Klaten, pada masa Kerajaan Mataram Islam.

Sedangkan Versi kedua menurut Museum Masjid Agung Demak, Prof. Dr. Hasanu Simon dan sumber sependapat lainnya, menyebut jika Ki Ageng Gribig sebenarnya adalah Maulana Muhammad Al-Maghribi.

Oleh orang Jawa, Nama Maghribi lebih mudah diucapkan sebagai Gribig, hingga namanya pun terkenal sebagai Ki Ageng Gribig. Beliau berasal dari daerah Maghrib (Maroko) serta disebut-sebut termasuk dalam Dewan Walisongo angkatan pertama yg datang ke Pulau Jawa. Beliau wafat pada era sebelum Kerajaan Demak berdiri, yaitu tahun 1465 Masehi.


Referensi:
• Buku Walisongo / Rachmad Abdullah.
• "Makam Ki Ageng Gribig - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas" https://id,m,wikipedia,org/wiki/Makam_Ki_Ageng_Gribig.


Sejarah Penggunaan Keris Beronce Pada Pengantin Pria Jawa

Sejarah Penggunaan Keris Beronce Pada Pengantin Pria Jawa

Dalam pernikahan adat Jawa, kita seringkali melihat mempelai pria mengenakan pakaian adat yg dilengkapi sebuah keris yg terselip di pinggangnya. Keris tersebut diperindah dg tambahan lilitan ronce bunga melati di bagian werangkanya.

Setiap bagian dari adat Jawa, pasti memiliki filosofi dan sejarahnya tersendiri. Termasuk dalam hal ini adalah Keris Beronce yg ada pada pakaian pengantin pria Jawa. Lantas, bagaimana sejarah dan filosofi di dalamnya?

Penggunaan accesories Keris Beronce pada pakaian pengantin pria Jawa, konon mulai dipakai oleh Ki Juru Mertani (penasehat Sutawijaya/pendiri Mataram Islam) saat putranya menikah.

Alasan Ki Juru Mertani menyelipkan tambahan Keris Beronce pada pakaian pengantin pria Jawa, karena ia terisnspirasi Arya Penangsang saat sedang bertarung melawan Sutawijaya.

Ilustrasi Arya Penangsang Melawan Sutawijaya (ceritarakyatnusantara.com)

Saat itu, Tombak Kyai Plered yg digunakan Sutawijaya berhasil mengenai lambung Arya Penangsang. Alhasil, Arya Penangsang pun terluka hingga ususnya terburai keluar.

Melihat kondisi tersebut, Arya Penangsang menautkan ususnya yg terburai pada sarung atau werangka Keris Setan Kober miliknya, dan melanjutkan pertarungan. Namun naas, saat ia mengeluarkan Keris untuk menghabisi Sutawijaya, mata kerisnya justru mengenai dan memotong ususnya yg ia tautkan pada werangka. Akhirnya, Arya Penangsang pun tewas terkena senjatanya sendiri.

Ki Juru Mertani yg menyaksikan kejadian tersebut, lantas terinspirasi akan keberanian dan kegagahan Arya Penangsang. Ia pun kemudian menambahkan accesories Keris Beronce, yg filosofinya agar pengantin pria bisa tampak lebih gagah dan berani seperti Arya Penangsang yg tetap berjuang meski dalam kondisi yg terluka.


Referensi:
"Ini Asal-Usul Mempelai Pria Mengenakan Keris Beronce Melati Dalam Pernikahan Adat Jawa" https://jogjakartanews,com/baca/2015/10/24/3407/ini-asal-usul-mempelai-pria-mengenakan-keris-beronce-melati-dalam-pernikahan-adat-jawa.
Mengenal Baju Surjan, Pakaian Adat Jawa Peninggalan Sunan Kalijaga

Mengenal Baju Surjan, Pakaian Adat Jawa Peninggalan Sunan Kalijaga

Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia. Maka tidak heran jika di dalamnya terdapat banyak jenis kebudayaan khas, mulai dari bahasa, rumah adat, pakaian, makanan, dan kesenian.

Salah satu budaya khas Jawa dalam hal pakaian adalah Surjan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Surjan memiliki arti Baju Jas Laki-laki khas Jawa, berkerah tegak, berlengan panjang, terbuat dari bahan lurik, atau cita berkembang.

Dalam sejarahnya, Surjan merupakan Pakaian adat Jawa yg konon diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Kata Surjan sendiri disebut-sebut berasal dari Bahasa Arab, Sirajan, yg memiliki arti Pepadang atau Pelita.

Surjan juga disebut sebagai Pengagem Taqwa atau Pakaian Taqwa. Hal ini karena selain sebagai identitas budaya, Surjan juga memiliki makna dan filosofi yg dalam, yaitu mengenai sifat-sifat ideal dalam hubungan manusia dg Sang Pencipta maupun manusia dg sesama manusia.

Selain itu, setiap bagian dari Surjan juga terdapat filosofinya tersendiri. Misalnya Bagian leher Surjan yg memiliki kancing 3 pasang. Kancing 3 pasang atau 6 biji kancing tersebut melambangkan Rukun Iman yg ada 6.

Ada pula 3 buah kancing bagian dalam (bagian dada dekat perut) yg letaknya tidak kelihatan atau tertutup. 3 buah kancing tersebut melambangkan 3 macam jenis nafsu manusia yg harus diredam.

Selain itu, ditambahkannya 5 kancing yg terdapat di bagian lengan panjang kanan dan kiri, melambangkan Rukun Islam yg berjumlah 5 yg harus dilaksanakan setiap muslim.

Bagi masyarakat awam, mungkin mengenal Baju Surjan hanya satu macam. Sebenarnya, Baju Surjan sendiri memiliki berbagai macam jenis, diantaranya yaitu Surjan Lurik dan Surjan Ontrokusumo.

Surjan Lurik (Shutterstock)

Surjan Ontrokusumo (Tepas Tendha Yekti)

Surjan Lurik memiliki motif yg sesuai namanya, yaitu Lurik atau garis-garis. Dan biasanya, Surjan Lurik lah yg sering dipakai oleh masyarakat umum. Sedangkan Surjan Ontrokusumo memiliki motif bunga (Kusuma), dg bahan yg dipakai biasanya aalah kain sutra. Dan Untuk Surjan Ontrokusumo  sendiri diperuntukkan bagi para bangsawan.


Referensi:
• "Surjan - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas" https://id,m,wikipedia,org/wiki/Surjan.
• "Makna, Sejarah, dan Filosofi Pakaian Adat Jawa Surjan – rebowagen,com" https://rebowagen,com/2022/11/makna-sejarah-dan-filosofi-pakaian-adat-jawa-surjan/.



Selasa, 06 Desember 2022

Mengenal Sambatan, Tradisi Gotong-Royong Yang Mulai Tertelan Zaman

Mengenal Sambatan, Tradisi Gotong-Royong Yang Mulai Tertelan Zaman

 

Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yg tidak bisa hidup sendiri atau makhluk yg pastinya membutuhkan orang lain. Hubungan interaksi antar manusia disebut juga dg istilah Sosialisasi.

Salah satu bentuk positif hubungan antar manusia adalah adanya budaya gotong-royong. Di Indonesia sendiri, terdapat berbagai istilah untuk menyebut kegiatan gotong-royong. Salah satunya adalah Sambatan.

Sambatan merupakan sebutan istilah kegiatan gotong-royong, khususnya di daerah Pulau Jawa, dalam hal ini termasuk Provinsi Jawa Tengah dan D.I.Yogyakarta.

Secara bahasa, Sambatan berasal dari kata Sambat, yg berarti meminta pertolongan atau bantuan kepada orang lain. Secara umum, Sambatan diartikan meminta pertolongan kepada orang lain yg bersifat massal untuk membantu seseorang yg sedang memiliki keperluan atau terkena musibah.

Namun, di daerah Suku Jawa khususnya, istilah Sambatan biasanya identik dalam kegiatan gotong-royong membangun rumah (ngedekke omah) salah seorang warga. Sedangkan istilah lainnya, tergantung isi gotong royong, misalnya Rewang (gotong-royong saat ada yg hajatan).

Tradisi Sambatan, untuk saat ini masih banyak dilakukan masyarakat khususnya di daerah pedesaan. Bentuk kegiatan di dalamnya bermacam-macam, ada menaikkan genteng, merobohkan rumah, memasang bagian-bagian rumah hingga mendirikannya sebagai rumah utuh.

© Via Kompasiana

Biasanya, sambatan diikuti oleh orang-orang dalam satu RT atau area tertentu. Sebelum atau sesudahnya, biasanya juga diadakan doa bersama atau istilah yg biasanya dipakai adalah Slametan / Genduren.

Karena merupakan bentuk gotong-royong, umumnya Orang-orang yg mengikuti Sambatan, tidak diberi upah berupa uang sama sekali. Sebagai gantinya, tuan rumah menyediakan berbagai macam konsumsi hingga makan bersama di akhir kegiatan. 

Di beberapa tempat, ketika ada salah seorang warga yg mengadakan Sambatan,  diadakan pula tradisi Nyumbang. Yaitu, tradisi yg hampir sama dg Kondangan, namun tujuan utama sebenarnya adalah untuk meringankan warga tersebut.

Kesimpulannya, Sambatan adalah perwujudan dari hakikat manusia yg merupakan Makhluk Sosial. Di dalamnya, manusia memperlihatkan jatidirinya sebagai makhluk yg membutuhkan bantuan orang lain. 

Namun, seiring dg semakin berkembangnya teknologi di zaman sekarang, menyebabkan tidak sedikit orang yg mulai bersikap individualistis. Hal ini bisa kita temui di kehidupan perkotaan yg sudah mulai jarang muncul Tradisi Sambatan.


Dirangkum Dari Berbagai Sumber.


Senin, 05 Desember 2022

Narimo Ing Pandum, Konsep Hidup Orang Jawa Yang Kini Mulai Pudar

Narimo Ing Pandum, Konsep Hidup Orang Jawa Yang Kini Mulai Pudar

 


Narimo Ing Pandum adalah salah satu konsep hidup yg dianut oleh Orang Jawa. Pola ini menggambarkan sikap hidup yg serba pasrah dg segala keputusan yg ditentukan oleh Tuhan. 

Orang Jawa memang meyakini bahwa kehidupan ini ada yg mengatur dan tidak dapat  ditentang begitu saja. Setiap hal yg terjadi dalam kehidupan adalah sesuai dg Kehendak Sang Pengatur Hidup. Kita tidak dapat mengelak, apalagi melawan semua itu. Inilah yg dikatakan sebagai nasib kehidupan.

Nasib kehidupan adalah Rahasia Tuhan, dan kita sebagai makhluk hidup tidak dapat mengelaknya. Orang Jawa sangat memahami kondisi tersebut. Sehingga, mereka yakin bahwa Tuhan telah mengatur segalanya.

Selanjutnya, konsep hidup Narimo Ing Pandum (ora ngoyo) mengisyaratkan bahwa orang Jawa hidup tidak terlalu berambisi. Jalani saja segala yg harus dijalani. Tidak perlu terlalu ambisi untuk melakukan sesuatu yg nyat-nyata tidak dapat dilakukan.

Orang Jawa tidak menyarankan hal tersebut. Hidup sudah mengalir sesuai dg koridor. Kita boleh saja mempercepat laju aliran tersebut, tetapi laju itu jangan terlalu drastis.

Perubahan tersebut hanyalah sebuah improvisasi kita atas kehidupan yg lebih baik daripada sebelum-sebelumnya. Orang Jawa mengatakan dg istilah Ojo Ngoyo. Biarkan hidup membawa kita sesuai dg alirannya. Jangan membawa hidup dg tenaga kita.

Bagi Orang Jawa, hidup dan kehidupan itu sama dg kendaraan, yg akan membawa kita pada tujuan yg pasti. Orang Jawa memposisikan dirinya sebagai penumpang. Kendaraan atau hiduplah yg membawa mereka menuju kehidupan yg lebih baik. Mereka tidak membawa kendaraan tersebut, melainkan dibawa oleh kendaraan.

Seperti air di dalam saluran sungai, jika mereka mengalir biasa, maka kondisinya aman dan nyaman. Tetapi ketika alirannya dipaksa untuk besar, maka aliran sungai tersebut tidak aman lagi bagi kehidupan.

Orang Jawa memahami hal tersebut, sehingga menerapkan konsep hidup Ojo Ngoyo. Ngoyo artinya memaksakan diri untuk melakukan sesuatu. Jika kita memaksakan diri untuk melakukan sesuatu, maka kemungkinan besar kita akan mengalami sesuatu yg kurang baik, misalnya kita akan sakit.


Rujukan Utama:

Buku Babad Tanah Jawi Karya SOEDJIPTO Abimanyu.

Rabu, 18 Mei 2022

Inilah Daftar 9 Sub Bahasa Yang Terdapat Di Provinsi Jawa Tengah

Inilah Daftar 9 Sub Bahasa Yang Terdapat Di Provinsi Jawa Tengah

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu dari 3 Provinsi induk (selain D.I.Yogyakarta dan Jawa Timur) yg menjadi basis terbesar dari Suku Jawa.

Selain dihuni Suku Jawa, ada juga sebagian kecil Suku asli lain yg mendiami Provinsi-Provinsi tersebut. 

Diantaranya adalah Suku Sunda di daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat, serta Suku Madura yg mendiami Pulau Madura dan sekitarnya di Provinsi Jawa Timur. 

Dari namanya saja, sudah jelas jika Suku Jawa pasti menggunakan Bahasa Jawa sebagai Bahasa sehari-hari. Begitupun dg Suku-suku lain seperti yg disinggung diatas.

Sebagaimana umumnya bahasa-bahasa di dunia, Suku Jawa juga masih terbagi menjadi beberapa dialek

Di setiap sub wilayah, biasanya muncul dialek yg menjadi identitas daerah tersebut. Faktor keadaan alam biasanya jadi salah satu penyebab munculnya berbagai macam dialek.

Di Jawa Tengah sendiri, terdapat berbagai dialek Bahasa Jawa, serta Bahasa-bahasa khusus daerah perbatasan, yaitu Bahasa Sunda dan Bahasa Cirebon.

Dilihat dari peta ilustrasi Bahasa Provinsi Jawa Tengah diatas, karya Bapak Bambang Priantoro, dijelaskan berbagai sub bahasa asli sebagai berikut:

1. Bahasa Cirebonan (Meliputi Wilayah Kabupaten Brebes Dekat Perbatasan Provinsi Jawa Barat Bagian Utara).

2. Bahasa Sunda (Meliputi Sebagian Besar Wilayah Kabupaten Brebes Dan Kabupaten Cilacap Yang Dekat Dg Perbatasan Provinsi Jawa Barat).

3. Bahasa Jawa Banyumasan atau Ngapak Kidul (Meliputi Mayoritas Wilayah Eks Karesidenan Banyumas serta Sebagian Kecil Eks Karesidenan Pekalongan dan Kedu).

4. Bahasa Jawa Tegalan atau Ngapak Utara (Meliputi Wilayah Kota Dan Kabupaten Tegal, mayoritas Kabupaten Pemalang, Serta Sebagian Kabupaten Brebes).

5. Bahasa Jawa Pekalongan (Meliputi Hampir seluruh Wilayah Kabupaten Dan Kota Pekalongan Serta Kabupaten Batang).

6. Bahasa Jawa Semarangan (Meliputi Wilayah Eks Karesidenan Semarang).

7. Bahasa Jawa Kedu (Meliputi Mayoritas Wilayah Eks Karesidenan Kedu Serta Sebagian Kecil Eks Karesidenan Surakarta).

8. Bahasa Jawa Surakarta (Meliputi Hampir seluruh Wilayah Eks Karesidenan Surakarta).

9. Bahasa Jawa Pantura Timur (Meliputi Wilayah Eks Karesidenan Pati).

Kalian Termasuk Yang Mana?


*Disarikan Dari Berbagai Sumber




Sabtu, 02 Oktober 2021

Inilah Daftar 17 Kecamatan Penutur Bahasa Sunda Di Jawa Tengah

Inilah Daftar 17 Kecamatan Penutur Bahasa Sunda Di Jawa Tengah



Jawa Tengah merupakan sebuah Provinsi yg terletak di sebelah timur Provinsi Jawa Barat, di sebelah barat Provinsi Jawa Timur, dan mengelilingi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Jawa Tengah bersama D.I.Yogyakarta dan Jawa Timur, juga merupakan Provinsi induk dari suku Jawa yg ada di Indonesia. Sehingga, ketiganya juga menjadi Pusat dari kebudayaan Jawa. 

Bahasa yg digunakan ketiga Provinsi ini juga mayoritas menggunakan Bahasa Jawa. Namun, ada juga bahasa lain yg cukup banyak dipakai, seperti Bahasa Madura. 

Walaupun demikian, Bahasa Jawa yg digunakan tidak semuanya sama. Ada dialek Bahasa Jawa Banyumasan, Tegalan, Wonosoboan, Pekalongan, Suroboyoan, osing, dan lain sebagainya. Banyaknya dialek menjadi keistimewaan tersendiri bagi Bahasa Jawa. 

Namun, di daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dg Jawa Barat ternyata mayoritas penduduknya justru Berbahasa Sunda. Mengapa Bisa Demikian? 

Sebenarnya hal ini tidak terlalu membuat tanda tanya. Karena jika dilihat secara geografis pun, wilayahnya berbatasan langsung dg Jawa Barat, yg dimana mayoritas masyarakatnya menggunakan Bahasa Sunda sehari-hari.

Oleh karena itu, cukup masuk akal jika wilayah paling barat Jawa Tengah banyak yg menggunakan Bahasa Sunda. Bahkan, ada yg mengatakan jika wilayah Jawa Barat yg dekat dg Jawa Tengah pun, banyak yg menggunakan Bahasa Jawa sebagai Bahasa Sehari-hari. Itulah efek budaya di wilayah perbatasan. 

Penduduk asli yg masih menggunakan Bahasa Sunda di Jawa Tengah, biasanya hidup di daerah pegunungan. Sedangkan daerah dataran rendah yg lebih ramai atau wilayah perkotaan, biasanya banyak pendatang, sehingga budaya aslinya lambat laun hilang. 

Berikut ini adalah 17 Kecamatan Di Jawa Tengah yg penduduk aslinya disebut-sebut masih menggunakan Bahasa Sunda sebagai Bahasa sehari-hari:   


CILACAP

Dayeuhluhur | Majenang | Cimanggu | Wanareja | Sidareja | Cipari | Patimuan | Bantarsari | Karangpucung. 

BREBES

Salem | Bantarkawung | Banjarharjo | Ketanggungan | Kersana | Losari | Tanjung | Larangan. 


Dari Daftar diatas, ada yg sebagian besar atau semua penduduknya masih menggunakan Bahasa Sunda, dan ada pula yg hanya sebagian kecil. 

Peta Bahasa Pada Jaman Belanda / ©Universitas Leiden

Menurut sebuah Peta Bahasa Jaman Belanda, sebagian kecil Banyumas bagian barat juga dihuni masyarakat Sunda. Namun, ada yg menyebut jika kebudayaan Sunda disana telah hilang seiring dg perkembangan zaman. 

Walaupun ada juga yg menyebut masih ada, jumlahnya pun sangat kecil. Oleh karena itu, dalam artikel kali ini tidak dimasukkan. 


Diolah Dari Berbagai Sumber






Minggu, 25 Juli 2021

Mengenal Bahasa Ngapak Yang Diklaim Sebagai Bahasa Jawa Tertua

Mengenal Bahasa Ngapak Yang Diklaim Sebagai Bahasa Jawa Tertua





Kenalkah Kalian Dengan Trio Warkop DKI yg begitu melegenda? Grup lawak yg sangat digemari masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan itu terdiri atas Dono (alm), Kasino (alm), dan Indro yg merupakan kependekan dari DKI. 

Dua diantara mereka berasal dari daerah ngapak Banyumasan, yaitu Kasino dari Gombong, Kebumen, dan Indro dari Purbalingga. Selain mereka, sebenarnya masih banyak pelawak papan atas Indonesia yg berasal dari daerah ngapak panginyongan dan masih eksis hingga sekarang. 

Wong panginyongan memiliki karakteristik 'blakasuta' atau blak-blakan, apa adanya dalam bersikap. Karakteristik ini juga tercermin dalam cara bicaranya yg berucap sesuai apa yg ada dalam tulisan. Misalnya, Ketika mengucapkan kata bapak dan tidak, maka akan dibaca jelas sesuai tulisan tersebut. 

Berbeda dg cara berucap kelompok masyarakat lain yg membacanya sebagai bapa' dan tida'. Maka dari itulah julukan Ngapak dilekatkan pada kelompok masyarakat dg karakteristik demikian. 

Dan yg paling membuat kelompok masyarakat ini terkenal adalah Nada bicaranya yg bagi orang non ngapak terkesan lucu. Ketika berucap dalam Bahasa Indonesia pun akan tetap menaruh ciri khas tersebut. 

Sehingga, kita dapat mudah menemukan Warga ngapak jika berada di perantauan hanya dg mendengar nada bicaranya. Hal inilah yg menyebabkan banyak yg melirik warga ngapak sebagai artis atau pelawak, karena mereka dianggap dapat menarik perhatian banyak orang. 

Wilayah Inti Penutur Bahasa Jawa Ngapak / Kompasiana

Masyarakat Panginyongan tersebar di wilayah Jawa Tengah Bagian Barat, tepatnya daerah Banyumasan dan Tegalan. Daerah lain seperti sebagian pesisir utara Banten, sebagian besar pesisir utara Jawa Barat, serta sebagian daerah Banyuwangi, juga memiliki karakteristik bahasa yg banyak memiliki kemiripan dg Daerah Panginyongan. 

Dalam sejarahnya, Bahasa Panginyongan atau ngapak ini juga disebut sebagai Bahasa Jawa Kawi yg merupakan Bahasa Jawa tertua yg melahirkan Bahasa Jawa dialek lainnya. 

Sebelum era Mataram Islam berkuasa, Bahasa Jawa inilah yg konon dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Dan Pada era Mataram Islam lah muncul sistem kasta dalam Bahasa Jawa, serta akhiran vokal a yg diubah menjadi o. 

 Hanacaraka Yang Jadi Asal Mula Aksara Jawa / wikipedia

Salah satu bukti bahwa Bahasa Panginyongan adalah Bahasa Jawa tertua yaitu dalam Bait Hanacaraka yg menceritakan Kisah Ajisaka dan disebut-sebut sebagai asal usul Aksara Jawa, menggunakan akhiran vokal a. 

Letak wilayah Banyumasan yg jauh dari pusat Mataram, mengakibatkan wilayah ini menjadi wilayah Mancanegaranya Mataram. Sehingga tidak banyak pengaruh Mataram yg ada di wilayah ini. Sebagai efeknya adalah Bahasa Panginyongan atau ngapak yg jadi Bahasa Jawa Tertua ini masih bertahan hingga sekarang.

Walaupun demikian, Bahasa bawaan Kesultanan Mataram Islam ini sekarang juga bercampur dalam kehidupan Warga Panginyongan. Terutama tingkatan Bahasa Jawa Krama inggil, madya, dan ngoko yg digunakan sesuai lawan bicaranya. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, seperti tembang dalam kesenian jawa dan Pembelajaran di Lembaga Pendidikan Formal maupun Non Formal. 

Contoh Kosakata Yang Menjadi Ciri Khas Wong Ngapak adalah nyong, Rika, kepriwe, kencot, ana, langka, kuwe. Selain itu, kosakata-kosakata Jawa wetanan yg biasa berakhiran vokal o, di Jawa Ngapak akan berubah menjadi akhiran vokal a

Ada sebuah guyonan atau candaan yg menyebut jika Wong Jawa Ngapak itu tidak makan sego. Jika yg tidak paham mungkin akan mengira warga Ngapak itu tidak makan nasi atau sego. Padahal yg dimaksud adalah Di daerah Ngapak tidak ada istilah sego, adanya hanya sega


"Aja Isin Dadi Wong Ngapak, Ora Ngapak Ora Kepenak"




Kamis, 22 Juli 2021

Sekilas Tentang Bahasa Jawa, Bahasa Daerah Dengan Penutur Terbanyak Di Asia Tenggara

Sekilas Tentang Bahasa Jawa, Bahasa Daerah Dengan Penutur Terbanyak Di Asia Tenggara



Bahasa merupakan sesuatu yg menjembatani sebuah komunikasi antar dua pihak atau lebih. Tak hanya manusia, bahasa juga digunakan oleh makhluk hidup lain, seperti binatang.

Gonggongan, atau suara khas di setiap binatang itu lah yg menjadi sebuah bahasa untuk sarana berkomunikasi diantara mereka. 

Selain itu, Ada pula Bahasa isyarat yg digunakan sebagai kode Bahasa pengganti khusus yg muncul karena berbagai sebab, misalnya disabilitas, kondisi darurat, atau sebuah rahasia tersendiri dari kelompok tertentu. 

Bahkan di era modern saat ini, penggunaan bahasa juga meluas sebagai media penghubung sebuah Komputer dg usernya, yg disebut dg istilah Bahasa Pemrograman

Di dunia ini, Bahasa Manusia pada umumnya sangatlah beraneka ragam. Bahkan di Indonesia sendiri tercatat sebagai Negara yg mempunyai jumlah Bahasa Terbanyak kedua di dunia, yaitu 710, tidak terpaut jauh dari Papua Nugini sebagai Negara yg memiliki jumlah Bahasa Terbanyak di dunia, yaitu 840 Bahasa. 

Dikutip dari harianinhuaonline, Bahasa Indonesia yg termasuk dalam rumpun Bahasa Melayu berada di posisi 6, Bahasa yg paling banyak digunakan didunia, dg sekitar 281 juta penutur.

Dan yg membanggakan lagi adalah Bahasa Daerah Indonesia, yaitu Bahasa Jawa, berada di posisi 19, dg jumlah penutur sekitar 84 juta orang. Jumlah yg diatas beberapa Bahasa Nasional Negara di dunia. 

Dalam fokus pembahasan kali ini, kita akan membahas tentang Bahasa Jawa. Lantas, Mengapa Bahasa Jawa sangat banyak digunakan? 

Peta Sebaran Bahasa Jawa Pada Sensus 2010 / Wikipedia

Pulau Jawa merupakan Pulau dg penduduk terbanyak di Indonesia, bahkan dunia, dg sekitar 150 juta orang yg tinggal di pulau ini. Jumlah penduduk sedemikian banyaknya, dibagi dalam 6 Provinsi, yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. 

Mayoritas suku yg mendiami Pulau Jawa adalah Suku Jawa dg jumlah sekitar 60%. Baru disusul Sunda, Madura, Betawi, dan lain sebagainya. 

Dengan demografi yg sedemikian rupa, tidak heranlah jika Bahasa Jawa jadi salah satu Bahasa yg paling banyak penuturnya di dunia. Di Pulau Jawa saja artinya sudah ada sekitar 70 juta penutur, belum lagi dari luar Pulau Jawa, yg disumbang dari Orang-orang Suku Jawa yg merantau serta tinggal menetap disana. 

Di berbagai Negara, Bahasa Jawa juga banyak digunakan sebagai Bahasa Sehari-hari warganya. Dikutip dari Idntimes, ada 6 Negara yg warganya dikenal banyak menggunakan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Sebut saja Belanda, Suriname, Kepulauan Cocos, Kaledonia Baru, Malaysia, dan Singapura. Dimana hal itu disebabkan banyaknya orang Jawa yg bermigrasi kesana karena berbagai sebab. 

Selain itu, Sastra Jawa juga sudah menjadi sebuah jurusan di Beberapa Universitas Ternama Dunia. Diantaranya adalah Universitas Leiden, Belanda, serta Australian National University

Bahasa Jawa sendiri terbagi menjadi berbagai macam dialek, atau cara pengucapan. Sebenarnya, Ada banyak dialek Bahasa Jawa ditengah masyarakat. Misalnya Jawa Serang, Jawa Cirebonan, Jawa Banyumasan, Jawa Tegalan, Jawa Mataraman, dan lain sebagainya.

Namun, secara umum Bahasa Jawa lebih dikenal dibagi menjadi 2, yaitu Bahasa Jawa Ngapak/Panginyongan dan Bahasa Jawa Mataraman/Bandek. Hal ini disebabkan karena perbedaannya yg tidak banyak, sehingga sering dimasukkan dalam kategori kedua dialek diatas.

Bahasa Jawa di Pulau Jawa sebagai tempat asal atau markasnya, tersebar mulai dari sebagian pesisir utara Banten, sebagian besar pesisir utara Jawa Barat, Seluruh Jawa Tengah dan DIY, sebagian besar Jawa Timur, kecuali pesisir utaranya.   


Diolah Dari Berbagai Sumber