--> Kisah Kyai Asal Parakan Dibalik 'Saktinya' Senjata Bambu Runcing Yang Ditakuti Belanda | JENDELA JATENG DIY

Berbagi Informasi Menarik Mengenai Jateng dan DIY

Rabu, 22 September 2021

Kisah Kyai Asal Parakan Dibalik 'Saktinya' Senjata Bambu Runcing Yang Ditakuti Belanda

| Rabu, 22 September 2021




Parakan adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Temanggung, yg memiliki luas wilayah 22,23 km² dan berpenduduk lebih dari 50 ribu orang. 

Parakan sendiri dahulunya pernah menjadi Ibukota Kabupaten Temanggung, sebelum akhirnya berpindah lokasi seperti sekarang. 

Alam Parakan juga tergolong indah, terutama pesona Sumbing-Sindoro (Susi), yg sering nampak di berbagai sudut Parakan. 

Berbagai julukan juga disematkan pada Parakan, seperti Kota Pusaka dan Kota Bambu Runcing. Mengapa Parakan mendapat julukan demikian? 

Menurut sejarahnya, dahulu ketika Parakan berstatus Kota Kawedanan, banyak orang terutama pejuang perang yg datang ke sana. 

Menurut sebuah catatan, ada 10 ribu orang datang tiap hari ke sana dalam rentang waktu 1 tahun. Dari berbagai kota di Pulau Jawa maupun luar Jawa, mereka datang ke Parakan dg berbagai kendaraan, termasuk kereta api, yg dimana saat itu rel kereta di Parakan masih aktif. 

Lantas, apa tujuan mereka?

Mereka berbondong-bondong menuju Parakan, karena disana hidup sosok Kyai sepuh, bernama KH. Subkhi. Beliau banyak dimintai do'a oleh para pejuang. KH. Wahid Hasyim, Jenderal Sudirman, adalah sedikit dari Tokoh besar yg sering sowan ke tempat beliau untuk mendapatkan do'a dan berbagai nasehat perjuangan. 

Dikutip dari NU Online, ternyata Jenderal Sudirman juga mendapat wejangan untuk menjaga Wudlunya di setiap waktu, juga dari KH. Subkhi, yg dikemudian hari dikenal sebagai jimat bagi Pakde Sudirman. 

Banyaknya rombongan yg datang tersebut, sebagian besar kabarnya adalah Para Pejuang Perang, dg berbekal senjata Bambu Runcing. 

Saat itu, karena masih minimnya persenjataan, akhirnya Bambu runcing lah yg digunakan sebagai senjata. Namun, siapa sangka jika Bambu runcing tersebut konon lebih ditakuti oleh Belanda dan sekutunya. 

Hal ini lantaran sebuah do'a dari KH. Subkhi dan amalan-amalan lain yg diberikan beliau kepada para pejuang. Selain itu, Bambu Wulung yg ujungnya diruncingkan tersebut, juga diberi sebuah cairan yg membuat efek mati perlahan, karena infeksi. 

Kabar penyepuhan Bambu runcing yg tadinya hanya di sekitar Parakan, akhirnya menyebar luas hingga ramailah Parakan menjadi seperti lautan manusia. 

Senjata Bambu runcing sendiri menurut sebuah catatan digunakan besar-besaran pertama kali pada Perang 10 November 1945. Yg dimana kemudian hari tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. 

Namun, pendapat lain dari Mayjen Higoe Iwabe disebutkan jika pada perang 10 November 1945, masyarakat militer maupun sipil di sekitar Surabaya telah dipersenjatai dg alat persenjataan modern hasil rampasan Jepang. 

Oleh karena itu, merujuk pada pendapat tersebut, penggunaan senjata bambu runcing lebih digunakan pada Perang sebelum Kemerdekaan 17 Agustua 1945. 

Itulah Mengapa Parakan juga dijuluki Kota Bambu Runcing, karena Parakan merupakan tempat sentral bagi para pejuang Perang, terutama yg berbekal senjata Bambu Runcing. 

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar